sunan muria

Sunan Muria (lahir abad ke-15). Ia adalah putra Sunan Kalijogo, dan berjasa menyiarkan Islam di pedesaan pedesaan Pulau Jawa. Nama aslinya Raden Umar Said, sedang nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Dijuluki Sunan Muria, karena pusat kegiatan dakwahnya dan sekaligus makamnya di gunung muria. Dalam rangka dakwa melalui budaya ia menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti.

Sunan Muria mencerminkan seorang sufi yang zuhud, yang memandang dunia ini sangat kecil. Oleh karena itu ia tidak silau terhadapnya. Tugasnya sehari hari mengasuh dan mendidik para santri yang hendak menyelami ilmu tasawuf, didampingi oleh putranya Raden Santri. Seperti halnya sufi sufi lain, Sunan Muria mencerminkan pribadi yang menempatkan para cintanya kepada Alloh (hubbulloh) diatas segala galanya. Sepanjang hidupnya hanyalah untuk memuja dan memuji Alloh. Ia melihat sekeliling dengan empat mata: dua mata di kepala untuk melihat dunia di sekitarnya dan dua mata di hatinya untuk melihat kebenaran dan kemuliaan. Cahaya pandangannya senantiasa jauh menembus ke alam yang terjangkau oleh akal pikiran, kepada Alloh senantiasa memohonkan:
"Ya Tuhan beri aku nur (cahaya) dan tambahkan cahaya itu. Beri aku cahaya di hati, di telinga, di mata, di rambut, daging dan tulang, bahkan di tiap butiran darah serta sel sel syaraf sekalipun".

Sunan Muria juga mengajarkan tata krama dzikir. Di bawah bimbingan tasawuf Sunan Muria, orang orang membenamkan diri untuk dzikir kepada Alloh. Hatinya senantiasa ingat kepada Alloh sambil di lisankan oleh bibirnya yang tak pernah kering mengucapkan kalimat Thoyyibah dan kalimat Risalah:
"La Ilaha Illa Alloh Muhammadur Rosululloh".
Tangannya tak henti menghitung butiran-butiran tasbih kadang di iringi goyangan lirih badannya dari kanan ke kiri sebanyak hitungan dzikir yang dilisankan dengan suasana pelan dan syahdu. Demikianlah tata krama yang diajarkan oleh Sunan Muria dan wali wali yang lain.

Sunan Muria, sebagaimana sufi sufi lainnya, selama mendambakan kerinduan hatinya akan memperoleh keridhoan Alloh. Demikianlah, maka seperti halnya para sufi al-Mutahabbun yang lain, Sunan Muria bersama sama santrinya mengisi hari harinya yang lengan di Tanjung Jepara yang terpencil dari keramaian duniawi untuk berdzikir dan berdoa pagi hingga malam sepanjang hari sepanjang bulan dengan tidak meninggalkan ibadah yang lain serta hak hak manusiawi yang hidup dalam masyarakat.
Previous
Next Post »