Allah berfirman :
أفمن زين له سوء عمله فرءاه حسنا فإن الله يضل من يشاء ويهدي من يشاء فلا تذهب نفسك عليهم حسرات إن الله عليم بذات الصدور ، فاطر 8
Artinya: “Maka apakah orang yang
dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia
meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh
syaitan) ? Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah
dirimu binasa Karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. Fathir: 8)
Ayat tersebut di atas menjelaskan
bagaimana orang yang merasa dirinya benar, padahal ia telah dikelabui
setan, hingga dirinya memandang kejelekan sebagai sebuah kebaikan, dan
sebaliknya, ia memandang kebaikan sebagai sebuah kejelekan. Betapa
pintarnya setan bermain-main dalam hati manusia, Tiada yang sanggup
melawannya kecuali mendapat pertolongan dari Allah SWT. Semoga Allah
selalu memberi petunjuk kepada kita dan tidak menggelincirkan kaki kita
dari jalan-jalan yan Ia ridai. Amin.
Ditengah zaman yang semakin jauh dari masa hidup Rasulullah SAW,
manusia semakin sulit menemukan ajaran Islam yang murni dari beliau.
Bid’ah-bid’ah yang semakin tumbuh subur disetiap jengkal kehidupan
beragama, ditambah semakin parahnya kecenderungan manusia pada dunia,
semakin menenggelamkan nilai-nilai keagamaan yang benar, atau bahkan
menghilangkan sama sekali nilai-nilai agama dalam kehidupan. Sangatlah
benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW, bahwa golongan baik (khairu
ummah) adalah golongan yang menemui kehidupan beliau. Dan sejelek-jelek
golongan ialah golongan yang paling jauh ke depan dari masa kehidupan
Rasulullan. Merekalah yang akan menemui langsung kehancuran alam semesta
pertanda hari kiamat telah tiba.
Ketika ajaran agama semakin beragam, apa yang harus dilakukan untuk
menemukan ajaran yang benar secara pasti? Rasulullah SAW telah
memerintahkan umatnya untuk tetap berjalan di atas apa yang menjadi
keyakinan, dan menjadi amaliah mayoritas muslimin, sebab beliau juga
telah memberikan informasi kepada umatnya bahwa, umat ini tidak akan
pernah bersepakat dalam sebuah ajaran yang tidak sesuai (sesat).
Rasulullah bersabda :
فإذا رأيتم الإختلاف فعليكم بالسواد الأعظم ، رواه ابن ماجه
Artinya : “Jika kalian melihat perbedaan pendapat maka berpegang teguhlah kepada ‘as-sawad al-a`dham’,” (HR. Ibnu Majah)
Yang dimaksud as-sawad al-a’dham ialah sekelompok besar
kaum muslimin. Begitu Al-Allamah As-Sundi memberikan penta’wilan, dan
As-Suyuthi pun berpendapat demikian. Maka, –AL-HAMDULILLAH– dari zaman ke zaman Ahlussunnah wal jama’ah adalah kelompok terbesar, dan merekalah kelompok yang berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Sunnah dan apa yang menjadi keyakinan dan amaliah para pendahulu kita; para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama ahli ijtihad.
Dengan demikian, kelompok yang keluar dari keyakinan mayoritas umat
Islam, adalah kelompok ahli bid’ah yang keluar dari ajaran-ajaran islam
yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Untuk menghindari jebakan ahli bid’ah yang dapat menjerumuskan umat
Islam kepada jurang kenistaan yang tidak diridai Allah SWT, para ulama
telah memberikan ciri-ciri mereka, di dalam banyak kitab yang mereka
karang, sesuai dengan informasi yang diberikan Rasulullah SAW,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Suka Menjelek-jelekkan Kelompok Lain.
Seorang ulama mengatakan bahwa, disaat ada sekelompok umat Islam
berusaha memperkuat keimanan masyarakat dan berusaha berdakwah
mengislamkan umat lain, malah ada sekelompok orang malah sibuk memberi
“cap” kafir untuk orang Islam. Inilah ciri-ciri ahli bid’ah itu. Mereka
senang menjelek-jelekkan, menyalahkan, menganggap sesat, membid’ahkan,
bahkan mengkafirkan umat Islam sendiri. Lihat saja buku-buku mereka!
Dengarlah ceramah-ceramah mereka. Simaklah diskusi mereka! Apa judulnya?
Tentu saja mulai dulu hingga sekarang tak ada yang lain, kecuali: itu
salah, itu bid’ah, ini jelek, ini kafir, dan seterusnya.
2. Kementhus
Inilah lagak mereka, KEMENTHUS alias merasa benar sendiri, tidak
mau merendah diri, dan merasa paling pintar serta tidak mau bersopan
santun. SOMBONG!
3. Suka Main Belakang
Ini lagi. Ternyata mereka penakut, tidak mau terang-terangan, dan
suka main dibelakang. Mereka mau unjuk gigi kalau berada di hadapan
kelompok mereka sendiri. Pernah terjadi seorang teman penulis yang tidak
sabar “mengganyang” mereka, karena sudah keterlaluan. Ada saran dari
teman yang lain, bagaimana umpama mereka diundang untuk dialog.
Ternyata, sudah dikirimkan undangan beberapa kali, mereka tidak datang
juga. Akhirnya teman penulis tadi nekat mendatangi tempat mereka. Eh
lagi-lagi! Teman penulis tadi malah ditemui orang-orang yang tidak tahu
apa-apa. Juragannya tidak mau keluar.
Ada lagi kejadian lain. Saat sekelompok aktifis ahlussunnah mau
membongkar kesalahan dalam sebuah buku yang mereka tulis, maka diajaklah
mereka untuk berdialog. Selanjutnya sama saja. Mereka tidak mau datang
karena alasan kurang sehat dan alasan keamanan. Padahal sudah menyatakan
pasti hadir, dan keamanan pun siap siaga.
4. Menempatkan dalil tidak pada tempatnya
Dalam rangka memperkuat paham mereka, serta sebagai alat menyerang
kelompok yang tidak sepaham, acap kali mereka menggunakan ayat Al-Qur’an
atau hadits, dengan memberi tafsiran dan ta’wilan yang tidak
semestinya. Misalnya, ayat-ayat Al-Qur’an yang sebenarnya menjelaskan
orang-orang kafir, malah dibuat untuk menyerang kelompok Islam lain. Kok
Bisa?!!!
Para ulama mengatakan bahwa semua apa yang mereka katakan, mereka
tulis, mereka diskusikan, adalah pembauran (talbis) terhadap ajaran
Islam dan penyesatan terhadap umat Islam yang awam. Jika ada seorang
mukmin yang ahli tauhid dan sama sekali tidak melakukan tindakan syirik,
lalu digolongkan kepada orang-orang kafir, maka inilah sebuah
kebohongan yang besar. Maha Suci Allah.
Ulama juga menyebutkan bahwa, mereka tidak mempunyai kaidah yang
dapat dibuat sandaran, dan tidak ada satu madzhabpun mendukung mereka.
Sebenarnya kebanyakan mereka hanyalah orang-orang yang baru saja
mengerti agama, para pemula pencari ilmu agama, yang semunya masih dapat
digolongkan sebagai orang awam dan tidak dapat digolongkan sebagai
bagian dari para ulama. (wallahu a’lam)
Sumber: “Al-Ajwibah al-Ghaliya fil firqah an-najiyah” karya Al-Habib Zainal abidin Ba’alawi
ConversionConversion EmoticonEmoticon