Bagian Kedelapan
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz
Kewajiban Muslim untuk
Menghadapi Orang-orang yang Akan Merusak Keamanan Masyarakat dan
Mengintimidasi Orang-orang yang Berada dalam Keadaan Aman
Fadhilah asy-Syaikh al-‘Allamah Abdullah
bin Jibrin (Ket : Majmu' Fatawa wa Rasail, karya Syaikh Ibnu Jibrin,
bab al-‘Aqidah (Juz VIII).), ditanya, "Apa kewajiban seorang Muslim
untuk menghadapi orang-orang yang akan merusak keamanan masyarakat dan
mengintimidasi orang-orang yang berada dalam keadaan aman. Mereka
mencoba untuk merusak keamanan dan ketenteraman masyarakat Muslim? Apa
kewajiban seorang Muslim untuk menghadapi orang yang diketahui bahayanya
dan kemudaratannya terhadap masyarakat, dan ia merupakan salah satu
penyebab timbulnya masalah ini, dan ia berusaha untuk memerangi,
menghancurkan, dan memecah belah kaum Muslimin?
Jawabannya:
Tidak diragukan bahwa seorang Muslim
yang Mukmin, maka keimanannya akan membawanya untuk mencintai secara
tulus Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, pemimpin kaum Muslimin, dan
masyarakat umumnya.
(Ket : Dari hadis Tamim ad-Dari, ia berkata bahwa
Rasulullah a bersabda, "Agama itu nasihat {ketulusan cinta}-(beliau
mengulangnya tiga kali)- untuk Allah, kitab-kitab-Nya, Nabi-Nya,
pemimpin kaum Muslimin, dan masyarakat umum." Dikeluarkan oleh Muslim,
hadis no.55.) Disadari bahwa ia berhutang kepada masyarakatnya yang
Muslim untuk memberikan cinta dan keikhlasan dalam muamalah
(berinteraksi), dan mencegahnya dari berbuat zalim, kemudharatan, serta
berbuat keburukan bagi masyarakat Muslim yang mempunyai hak atasnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ بُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَ خِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Tidak dianggap beriman salah seorang
dari kalian, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai
dirinya." (Dikeluarkan Bukhari hadis no.13, Muslim hadis no,45, dari
hadis Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu)
Maknanya, bahwa keimanan seorang Mukmin
akan membawanya untuk mencintai saudaranya, berbuat kebaikan kepada
mereka, serta menjauhkan keburukan dari mereka. Maka ketika salah
seorang dari mereka tidak memberi rasa aman bagi negerinya atau merusak
ketenteramannya, hal itu merupakan indikasi dari kelemahan imannya,
kurangnya penghormatannya kepada kaum Muslimin, dan hatinya dipenuhi
oleh kebencian dan kedendaman kepada negerinya dan warga negaranya.
Sifat-sifat tersebut akan
mengeluarkannya dari al-Ukhuwah ad-Diniyyah (persaudaran karena agama),
dan menjauhkannya dari sifat amanah dan dapat dipercaya. Jika ada warga
negara sampai kepada kondisi buruk seperti ini, maka kaum Muslimin
seluruhnya harus membencinya, mencegah perbuatan kejinya, berhati-hati
jangan sampai percaya kepada ucapannya, mempercayainya, dan jangan dekat
dengannya, sehubungan ia dianggap sebagai warga negara yang lumpuh. Hal
demikian karena Allah telah mengikat persaudaraan di antara kaum
Muslimin. Allah menyebutkan mereka dalam firman-Nya, "Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara." (al-Hujurat: 10) dan firman-Nya,
"Dan jadilah kalian dengan nikmat-Nya itu menjadi bersaudara." (Ali
Imran: 103)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menguatkan hal itu dengan sabdanya, "Seorang Muslim adalah saudaranya
yang Muslim, ia tidak boleh menzaliminya, menghinanya, menyerahakannya.
Cukuplah keburukan seorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim.
Setiap Muslim bagi Muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya." (Dikeluarkan Bukhari hadis no.2442, Muslim hadis
no.2580, dari hadis Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma.)
As-Sunnah datang dengan syari'atnya yang
menguatkan persaudaraan ini, seperti Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, "Seorang Muslim kepada Muslim lainnya mempunyai enam hak yang
harus dilakukan dengan baik; memberi salam apabila berjumpa dengannya;
memenuhi undangannya; mendoakannya jika bersin; mengunjunginya jika
sakit, mengantarkan jenazahnya jika ia meninggal, dan mencintainya
seperti ia mencintai dirinya." (Ket : Dikeluarkan aT-Turmudzi no.2736,
Ibnu Majah no.1433, dari hadis Ali bin Abi Thalib RA. At-Turmudzi
berkata, "Ini hadis hasan." Dan ia berkata, "Dalam satu bab dari Abu
Hurai-rah, dari Abu Ayub, dan dari al-Bara dan Ibnu Mas'ud." Dikeluarkan
at-Turmudzi no.2737 dari hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan
lafazd, "Seorang mukmin bagi mukmin lainnya mem-punyai enam hak.., Ia
berkata, "Ini hadis hasan shahih.)
Maka renungkanlah bimbingan Nabawiyyah
ini yang datang bersama syari'at yang harus diamalkan oleh seorang
Muslim terhadap saudaranya yang Muslim. Demikian pula Islam datang
dengan membawa kebaikan yang bersifat umum dan memerintahkannya untuk
dikerjakan hingga kepada non Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, "Barangsiapa membunuh orang yang terikat perjanjian
damai, maka ia tidak akan dapat mencium wanginya surga." Ketika Islam
memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga, maka hal ini
menjadikan seorang tetangga mempunyai hak-hak bertetangga.
Bimbingan Nabawiyyah ini menjelaskan
bahwa agama ini datang untuk menguatkan kecintaan dan persaudaraan,
serta memperingatkan dari hal-hal yang dapat menghilangkannya dari
bentuk-bentuk kemudharatan dan gangguan terhadap ketenteraman.
Sesungguhnya orang yang memudharatkan seorang Muslim, ia akan
dimudharatkan Allah, dan barangsiapa menyulitkan seorang Muslim, ia akan
disulitkan Allah. (Ket : Lafadz ini dari hadits yang dikeluarkan
at-Turmudzi no.1940, Abu Daud no.3635, Ibnu Majah no.2342, dari hadits
Shuramah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,
"Barangsiapa suka memudharatkan maka akan dimudharatkan Allah, dan
barangsiapa suka menyulitkan akan disulitkan Allah.") Dan orang yang
suka menipu bukan termasuk kaum Muslimin. (Dari hadits Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, di dalamnya ada lafadz, "Barangsiapa yang menipu,
maka dia bukan dari golongan ku". Di keluarkan oleh muslim no. 102)
Maka wajib bagi setiap individu ahli
Islam (Muslim) untuk mengetahui hak-hak saudaranya dan tetangganya, agar
berhati-hati jangan sampai berbuat buruk kepada saudaranya, bersedia
menasihati pemerintahnya dan para pemimpinnya dengan memberi peringatan
terhadap adanya keburukan dan kerusakan agar mereka dapat segera
menangkap para perusak itu dan memberi hukuman kepada mereka, sehingga
kerusakan dan pelakunya dapat dibasmi. Allahlah tempat memohon
pertolongan."
Sebagai penutup, wahai saudaraku sesama Muslim!!,
Sesungguhnya beratus-ratus contoh yang
terjadi di dunia Islam setiap harinya dapat kita saksikan dan kita
dengar melalui media komunikasi dan informasi; di sini terjadi ledakan,
di sana pembunuhan, dan di tempat lainnya terjadi perampasan, dan
seterusnya. Peristiwa-perisiwa ini menunjukkan terhadap betapa banyaknya
orang yang tidak memahani al-Qur'an dan as-Sunnah, dan hidupnya tidak
berdasarkan manhaj salafush shaleh radhiallahu ‘anhum.
Penutup.
Kerugian kaum Muslimin adalah jika
mereka dikuasai musuh, sehingga dakwah menyeru ke jalan Allah menjadi
terhalang. Allah adalah tempat memohon pertolongan dan kepada-Nya kita
bergantung. Kita tidak mengatakan kecuali, "Ya Allah, kami memohon
keteguhan pada kebenaran."
KEEMPAT : FENOMENA PENDUDUKAN, DEMONTRASI, REVOLUSI RAKYAT, DAN PEMOGOKAN
Di antara cobaan yang menimpa masyarakat
Islam saat ini adalah adanya kelompok-kelompok atau partai-partai yang
melakukan pendudukan dengan duduk-duduk di masjid-masjid, jalan-jalan,
lapangan-lapangan umum, atau di sebagian gedung-gedung pemerintah.
Mereka pun melakukan apa yang dinamakan pemogokan, yaitu mereka tidak
makan, tidak minum dan tidak bekerja selama beberapa hari atau beberapa
jam yang sudah ditentukan. Tujuan mereka melakukan pemogokan adalah
untuk menekan pemerintah agar bersedia memenuhi permintaan mereka atau
apa yang mereka tuntut.
Mereka pun melakukan pemberontakan
rakyat, melakukan pemukulan terhadap ini, menyakiti terhadap itu,
memecahkan bangunan-bangunan berkaca, kaca-kaca mobil, dan yang lainnya
termasuk melakukan peledakan. Mereka menyangka bahwa dengan hal itu
mereka sedang berkhidmat kepada Islam. Padahal sebenarnya mereka sedang
memudharatkan kaum Muslimin, menguasakan pemerintah atas mereka, merusak
dakwah ke jalan Allah, dan yang lainnya dari bentuk perusakan atau
kemudharatan.
Yang mulia al-‘Allamah Ibnu Baz ditanya
(Ket : Dinukil dari kaset berjudul Muqtathofat min Aqwalil Ulama.),
"Apakah demontrasi yang dilakukan kaum pria dan wanita untuk menentang
pemerintah dan para penguasa, dianggap sebagai suatu sarana dari
sarana-sarana dakwah? Dan apakah orang yang meninggal pada kegiatan
tersebut dianggap syahid di jalan Allah?"
Ia menjawab, "Saya tidak melihat bahwa
demontrasi yang dilakukan kaum pria dan wanita itu merupakan cara
menyelesaikan masalah, bahkan hal itu dapat menimbulkan fitnah, menjadi
penyebab keburukan, menjadi penyebab penganiayaan terhadap sebagian
orang, dan menyerang sebagian orang tanpa alasan yang benar. Tetapi yang
dibenarkan menurut syari'ah adalah memberikan surat (peringatan secara
tertulis), memberikan nasihat, berdakwah (mengajak kepada) kebajikan
dengan cara yang benar. Inilah jalan yang ditempuh oleh para ahli ilmu,
para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan para pengikutnya
yang dilakukan dengan cara yang baik. Yaitu dengan cara menyampaikan
secara tertulis atau secara lisan terhadap orang yang bersalah, para
pejabat, atau terhadap para penguasa. Juga de-ngan menghubunginya,
menasihatinya, dan mengirim surat kepadanya, tanpa harus mencelanya di
mimbar-mimbar atau selainnya, dengan menyebarkan apa yang telah
diperbuatnya dan akibat yang ditimbulkannya. Allah-lah tempat kami
memohon pertolongan."
Fadhilah asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
ditanya, "Apakah hukumnya melakukan mogok kerja di negeri Muslim untuk
menuntut jatuhnya sistem sekuler?"
Ia menjawab, "Pertanyaan ini tidak
diragukan sangat penting dan sebagai pengarahan bagi para pemuda Muslim.
Hal itu disebabkan bahwa keputusan untuk mogok kerja, baik pekerjaan
yang bersifat khusus atau pekerjaan di bidang-bidang pemerintahan, saya
tidak tahu masalah ini ada dasarnya dalam syari'ah yang dapat dijadikan
patokan. Tidak diragukan bahwa perbuatan ini dapat mengakibatkan banyak
kemudharatan sesuai dengan kadar mogok kerjanya yang dilakukan secara
merata dan sesuai dengan motif mogok kerja ini. Juga tidak diragukan
bahwa hal ini merupakan salah satu cara untuk menekan pemerintah. Adapun
yang dimaksud dalam pertanyaan tersebut adalah tentang menjatuhkan
faham sekuler. Untuk menjawab hal ini kita harus membuktikan dulu bahwa
sistemnya sekuler. Kemudian, jika persoalan tersebut demikian adanya,
maka ketahuilah bahwa penentangan terhadap pemerintah tidak boleh,
kecuali dengan beberapa syarat. (Baca kembali syarat-syarat ini dalam
kitab "ash-Shahwah al-Islamiyah Dhawaabith wa Taujihaat", halaman 287.)
Fadhilah al-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
ditanya lagi, "Setelah pemogokan ini dilakukan, tetapi tidak
mendatangkan hasil. Apakah diperbolehkan [untuk menentang] sistem
sekuler ini dengan cara mengobarkan revolusi rakyat?" ("Ash-Shahwah
al-Islamiyah Dhawaabith wa Taujihaat", karya Ibnu ‘Utsaimin, hal
288-289)
Ia menjawab, "Saya berpendapat bahwa
tidak boleh melakukan pemberontakan rakyat untuk menyelesaikan masalah
ini. Dikarenakan seperti yang sudah dimaklumi bahwa kekuatan riil ada di
tangan pemerintah. Pemberontakan rakyat bagi pemerintah tidak memiliki
apa-apa kecuali pisau dapur atau tongkat Pengembala. Senjata seperti ini
tidak bisa menghadapi tank-tank baja dan berbagai macam senjata. Tetapi
memungkinkan untuk melakukannya dengan cara lain jika syarat-syarat
yang sudah dikatakan dapat dipenuhi. Dan seharusnya tidak terburu-buru
untuk menyelesaikan masalah ini, karena negeri yang telah bertahun-tahun
dijajah tidak mungkin untuk dirubah dalam sehari semalam menjadi suatu
negeri yang Islami. Tetapi yang seharusnya adalah mengambil nafas
panjang untuk meraih cita-cita.
Jika seorang manusia membangun sebuah
istana, sesungguhnya ia telah membangun dasarnya. Walaupun pada akhirnya
ia menempatinya atau bahkan meninggal sebelum menempatinya. Yang
penting adalah membangun bangunan yang Islami, walaupun hal itu tidak
bisa terwujud kecuali setelah bertahun-tahun. Karena itu, saya
berpendapat agar jangan terburu-buru untuk menyelesaikan persoalan
seperti ini, dan tidak perlu mengobarkan pemberontakan rakyat Yang
mayoritas adalah seperti burung beo yang tidak tegar dalam prinsip. Jika
angkatan bersenjata datang ke sebuah kampung dan mengobrak abriknya,
tentu yang lain akan mundur dari perjuangannya."
Fadhilah al-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
ditanya lagi, Pemogokan dan perkumpulan masa itu disertai oleh para
pemuda yang berkosentrasi di lapangan-lapangan, seperti melakukannya di
lapangan-lapangan pemerintahan. Pada malam hari mereka tidur di
tempat-tempat tersebut. Maka apakah hukum pendudukan ini? Dan apakah ada
dasarnya dalam syari'at? (("Ash-Shahwah al-Islamiyah Dhawaabith wa
Taujihaat", karya Ibnu ‘Utsaimin, hal 289)
Ia menjawab, "Tidak diragukan bahwa
pemogokan ini merupakan salah satu dari cara menekan pemerintah. Dan
yang saya ketahui hal ini merupakan import dari [Barat]. Tetapi disadari
bahwa semua sarana harus sesuai dengan tujuannya. Dan hukum sarana sama
dengan hukum tujuannya. Jika sarana itu bukan sesuatu yang diharamkan.
Maka pendudukan ini dihukumi seperti hukum pemogokan, sebagaimana yang
sudah dijelaskan."
Fadhilah Syaikh Ibnu jibrin ditanya,
"Apa hukumnya menyerukan untuk melakukan pendudukan di masjid-masjid
atau tempat semisalnya? Apakah hal itu ada dasarnya dalam syara',
terutama Ia dapat memprovokasi orang-orang terhadap para penguasa?"
Ia menjawab, "Al-I'tisham adalah kata
yang bermakna baik. Maknanya berpegang teguh kepada kebenaran dan
mengamalkannya walaupun untuk memperolehnya mendapatkan kemudharatan
atau kesulitan. Sebagaimana firman Allah yang artinya, "Barangsiapa
berpegang teguh kepada agama Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi
petunjuk kepada jalan yang lurus." dan "Dan berpegangteguhlah kamu
semuanya kepada tali agama Allah." (Ali Imran: 101 dan 103)
Kata al-I'tisham terkadang digunakan
untuk menjelaskan makna melakukan perlindungan dengannya atau berlindung
di dalamnya, seperti berlindung di dalam benteng dan bunker yang kokoh
ketika terjadi huru hara atau peperangan.
Adapun masjid-masjid adalah rumah tempat
ibadah, yang mana di dalamnya didirikan shalat Jumat dan shalat
berjama'ah. Kaum Muslimin berduyun-duyun mendatanginya untuk menunaikan
shalat wajib. Hal tersebut tidaklah dinamakan sebagai suatu pendudukan,
bahkan itu adalah suatu ketaatan dan suatu pendekatan kepada Allah,
serta tidak dikhususkan untuk kelompok tertentu, bahkan setiap Muslimin
di setiap waktu hadir di masjid. Setelah melakukan ibadah mereka kembali
kepada keluarganya masing-masing. Hal ini tidak dinamakan pendudukan
secara khusus.
Memakmurkan masjid-masjid dengan
beribadah tidak Mengandung unsur provokasi atas orang umum dan khusus.
Tetapi jika di sana ada propaganda untuk bergabung dengan
kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan sesuatu yang samar, atau
untuk melakukan demontrasi dan mengecam, maka hal itu tidak
diperbolehkan, bahkan harus dicegah dan ditangkap pelakunya. Kalau bukan
digunakan untuk hal seperti itu, maka orang yang akan melakukan
kegiatan ibadah di masjid-masjid atau di sekolah-sekolah tidak boleh
dicegah. Wallahu A'lam."
Fadhilah Syaikh Ibnu Jibrin ditanya
lagi, "Apa pendapat anda dalam masalah pendudukan yang dilakukan
sebagian pemuda di sebagian negeri-negeri Islam. Mereka melakukannya di
lapangan-lapangan umum atau di gedung-gedung pemerintahan, atau di
sebagian masjid-masjid, dengan tujuan untuk menekan pemerintah dan
menjatuhkannya, kemudian menggantinya dengan pemerintahan Islam?"
"Terkadang pendudukan ini disertai
dengan mogok makan, minum, dan mogok kerja, selama berjam-jam atau
berhari-hari, untuk menunjukkan kebenciannya kepada pemerintah.
Adakalanya seba-gian dari mereka meninggal dunia karena kelaparan dengan
sebab mogok makan itu. Sebagaimana yang terjadi di sebagian penjara di
sana."
Ia menjawab, "Setiap hal itu tidak
diperbolehkan karena akan mendatangkan kemudharatan bagi jiwa,
menganiaya warga negara dan orang-orang tidak berdosa. misalnya
pemerintahan memberikan sanksi yang keras terhadap para pemberontak, dan
menyamaratakan hukumannya terhadap kebanyakan warga negara, walaupun
mereka tidak ikut serta dalam pemogokan itu atau mengingkarinya, dan
dalam hal itu terdapat kerusakan yang besar. Dan yang wajib dalam hal
ini adalah mereka harus memperbaiki jiwa-jiwa mereka, karena kebaikan
seorang pemimpin [terwujud] dengan kebaikan rakyatnya. Dalam suatu
hadits, "Sebagaimana kalian ada kalian akan dipimpin." Maka ketika
rakyatnya baik, menegakkan syari'at, mengerjakan ibadah, mendengarkan,
melakukan ketaatan, menjaga hak-hak Allah, maka Allah akan memperbaiki
pemimpin yang mengurus mereka, dan memilih yang terbaik di antara
mereka.
Sebagaimana rakyat wajib memperbanyak
doa bagi mereka, memohon kepada Allah agar memperbaiki pemimpin yang
mengurus mereka, dan agar menjadikan mereka orang-orang yang mendapat
petunjuk. Maka Allah wajib mengabulkan doa mereka jika mereka
benar-benar ikhlas. Mereka pun memberi nasihat kepada para pemimpin dan
mengingatkan mereka terhadap hak-hak Allah, dan memperbaiki perilakunya
agar bersikap adil. Dan bagaimana hasilnya? Maka hal itu akan
memperbaiki keadaannya dan membuatnya lurus."
Fadhilah Syaikh Ibnu Jibrin ditanya
lagi, "Apakah hukumnya melakukan pemberontakan rakyat membeo yang
disertai, dengan menghancurkan bangunan-bangunan, mobil-mobil, mencela
pemerintah atau keluarganya, serta memukul orang-orang. Terkadang hal
itu menyebabkan terjadinya bentrokan antara aparat pemerintah dengan
para pendemo, dan tertumpahnya darah karena sebab itu?"
"Kami mengharapkan anda dapat
menjelaskan kebenaran dalam masalah yang mengkhawatirkan ini, dan
memberikan pengarahan dan nasihat bagi para pemuda Muslim di
negeri-negeri Muslimi agar meninggalkan perbuatan ini dan perbuatan caci
makinya, dan memusatkannya untuk mendidik manusia terhadap Islam yang
benar dan menuntut ilmu?" (Majmu' Fatawa wa Rasail, kaya Syaikh Ibnu
Jubair, bab Aqidah (juz II))
Ia menjawab, "Tidak diragukan bahwa
pemberontakan ini tidak bersumber dari para ahli ilmu dan ahli kebaikan,
karena amanah dan agama yang benar akan mencegah mereka dari melakukan
perbuatan yang merusak ini, juga dikarenakan [minimnya] pengetahuan
mereka terhadap kehormatan darah kaum Muslimin dan harta mereka. Sebuah
hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diketengahkan kepada mereka,
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
"Sesungguhnya darah kalian, harta
kalian, dan kehormatan kalian diharamkan." (Potongan dari hadis khutbah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari ra Qurban. Dikeluarkan
al-Bukhari no.1739, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. Muslim no.1679
dari Abu bakar radhiallahu ‘anhu.) Yaitu haram [tidak diperbolehkan
menumpahkan atau merampasnya. Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam,
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِيْ كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
"Janganlah kalian kembali kafir
setelahku, sebagian dari kalian menebas pundak yang lainnya."
(Dikeluarkan al-Bukhari no.7080, Muslim no.65, dari Jabir radhiallahu
‘anhu. Dikeluarkan al-Bukhari no. 7077, Muslim no.66, dari Umar
radhiallahu ‘anhu dikeluarkan al-Bukhari no.7078 dari Abu Bakar
radhiallahu ‘anhu, dikeluarkan al-Bukhari no.7079, dari Abdullah bin
Abbas radhiallahu ‘anhu.) Dan sabdanya,
سِبَابُ الْمُسْلِم فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
"Mencela seorang Muslim adalah fasik dan
membunuhnya adalah kekufuran." (Dikeluarkan al-Bukhari no.48, Muslim 64
dari hadis Abdullah bin Mas'ud radhiallahu ‘anhu.)
Tidak diragukan bahwa nama Islam
mencakup setiap orang yang beriman dari ahli kiblat, dan tidak
dibolehkan mengeluarkannya dari Islam. Dan tidak ada hukum yang
menghalalkan darah dan hartanya, walaupun ia berbuat dosa atau kesalahan
dari ijtihad, ta'wil, atau memandang kemaslahatannya, dan (walaupun) di
dalam menyalahi nash atau dalil. Karena itulah tidak diizinkan berbuat
pelanggaran, mengadakan demontrasi dengan teriakan-teriakan jahiliyah,
berbuat kerusakan terhadap harta, jiwa, dan buah-buahan, yang dengan
sebab ini pemerintah dapat menguasai para pendemo dan membasmi mereka.
Maka yang lebih utama adalah mencukupkan dengan memperbaiki jiwa-jiwa
mereka dan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Demikian pula
dengan memberi nasihat, pengarahan, dan menunjukkan kepada kebaikan
dengan cara yang baik, dan berkeinginan untuk mempersatukan kalimat kaum
Muslimin, serta menghilangkan di antara mereka dari perbedaan-perbedaan
yang menyebabkan kekacauan di tengah masyarakat Islam."
Dan akhirnya, saudaraku sesama Muslim,
Sesudah kita mengetahui hukum peledakan (sabotase) ini, apakah orang yang berakal mau memikirkan hal seperti itu?
Sesudah kita mengetahui hukum peledakan (sabotase) ini, apakah orang yang berakal mau memikirkan hal seperti itu?
Wahai para pemuda, wahai kaum Muslimin,
Jika kalian menghendaki kebaikan, persatuan, dan kekokohan, maka kalian harus berakhlak dengan akhlak para salafus shalih dari umat ini.
Jika kalian menghendaki kebaikan, persatuan, dan kekokohan, maka kalian harus berakhlak dengan akhlak para salafus shalih dari umat ini.
Apakah di antara akhlak mereka ada perbuatan seperti itu?
Sesungguhnya kami tidak mendengar mereka melakukan pendudukan, pemogokan, dan pemberontakan yang menghasut. Ketahuilah bahwa perubahan dimulai dari jiwa-jiwa dan tidak akan membutuhkan banyak bantuan, kekuatan informasi, keributan orang yang bertepuk tangan, dan memenuhi lapangan-lapangan dan jalan-jalan dengan banyak kelompok-kelompok yang teriakan-teriakannya memecahkan tenggorokan. (At-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fii Istisnaaf al-Hayah al-Islamiyah, hal 128)
Sesungguhnya kami tidak mendengar mereka melakukan pendudukan, pemogokan, dan pemberontakan yang menghasut. Ketahuilah bahwa perubahan dimulai dari jiwa-jiwa dan tidak akan membutuhkan banyak bantuan, kekuatan informasi, keributan orang yang bertepuk tangan, dan memenuhi lapangan-lapangan dan jalan-jalan dengan banyak kelompok-kelompok yang teriakan-teriakannya memecahkan tenggorokan. (At-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fii Istisnaaf al-Hayah al-Islamiyah, hal 128)
Utstadz Muhammad Quthub semoga Allah
memberinya taufik, dalam kitabnya, "Waqi'atunaa al-Mu'aashir"
(At-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fii Istisnaaf al-Hayah
al-Islamiyah, hal 136) membicarakan tentang Harakah al-Islamiyah yang
terdapat di Mesir, baik secara eksternal dan internal. Ia berkata,
"Secara intern mereka tergesa-gesa dalam menampakkan kekuatan jemaahnya,
baik dengan melakukan parade bermotor, atau dalam demontrasi dan
berjalan kaki. Atau ikut serta dalam percaturan masalah-msalah politik
yang bergejolak pada saat itu, seperti memerangi paham komunis.
Seakan-akan jemaah ini pada setiap waktu ingin mengatakan, "Kami di
sini, kami sanggup berbuat ini...! Sampai kepada perkataannya, "...lepas
dari percaturan politik yang bergejolak pada saat itu, bolehkah bagi
jemaah Muslimah ikut serta berperan di dalamnya? Atau bahwa kewajibannya
adalah menyerukan dengan benar tentang manhaj (petunjuk) kehidupan yang
pokok, menegakkannya dengan kokoh, dan menyempurnakan pendidikan yang
dituntut- terburu-buru dalam bergerak se belum tiba masanya- akan
berakibat Berubahnya kiblat perjuangan.
Wahai kaum Muslimin,
Sesungguhnya semangat yang menyebabkan keributan, hasutan, tanpa hikmah, dan tidak meruju kepada al-Qur'an, as-Sunnah, dan pemahaman salafus shalih, adalah keberanian yang sesat, menyesatkan, dan tidak membawa manfaat. Umat Islam wajib mengetahui bagaimana memikirkannya dan apa yang wajib dilakukan agar terjauh dari perasaan berbantah-bantahan, keberanian yang tidak berarti, pesta besar-besaran, perkara yang bergema! Dan yang lainnya dari banyak cara yang tidak diambil manfaatnya oleh kaum Muslimin-sayang sekali- di antaranya mereka melewati percobaan yang mereka ikut berperan di dalamnya, atau musibah yang mereka jatuh ke dalamnya, sebagai tambahan dari kesulitan yang datang bertubi-tubi. Hasil dari reaksi perasaan dan keberanian seperti itu adalah tidak adanya pentahapan dan kesadaran yang benar terhadap al-Qur'an dan sunnah Nabinya, "Maka adakah orang yang mengambil pelajaran.' (al-Qamar: 15)
Sesungguhnya semangat yang menyebabkan keributan, hasutan, tanpa hikmah, dan tidak meruju kepada al-Qur'an, as-Sunnah, dan pemahaman salafus shalih, adalah keberanian yang sesat, menyesatkan, dan tidak membawa manfaat. Umat Islam wajib mengetahui bagaimana memikirkannya dan apa yang wajib dilakukan agar terjauh dari perasaan berbantah-bantahan, keberanian yang tidak berarti, pesta besar-besaran, perkara yang bergema! Dan yang lainnya dari banyak cara yang tidak diambil manfaatnya oleh kaum Muslimin-sayang sekali- di antaranya mereka melewati percobaan yang mereka ikut berperan di dalamnya, atau musibah yang mereka jatuh ke dalamnya, sebagai tambahan dari kesulitan yang datang bertubi-tubi. Hasil dari reaksi perasaan dan keberanian seperti itu adalah tidak adanya pentahapan dan kesadaran yang benar terhadap al-Qur'an dan sunnah Nabinya, "Maka adakah orang yang mengambil pelajaran.' (al-Qamar: 15)
KELIMA : FENOMENA KUDETA MILITER
Cara-cara ini cenderung dilakukan untuk
menegakkan pemerintahan Islam. Sebagian pemuda pemberani berpendapat
bahwa pendidikan umat dan perbaikannya sesungguhnya ada di tangan
penguasa dan pemerintah, bukan di tangan dakwah saja. Hal inilah yang
menjadikan dakwah berjalan lambat dan menemui hambatan yang besar,
ditambah musuh-musuh Islam yang sedang menanti-nanti untuk menggagalkan
apa yang sudah mereka capai.
Karena itulah kelompok ini menggunakan
senjata dan berpendapat bahwa dengan terpaksa mereka melakukan kudeta
militer, menggalang kekuatan dan ancaman sebagai kewajiban Islam, dan
kemampuan untuk memimpin masyarakat dari sisi kekuasaan yang
berpengaruh.
Terhadap perilaku seperti ini kami
menolak dan menyalahkannya, karena hal itu menjadi sebab terjadinya
musibah, fitnah, dan kerusakan yang besar. Hal ini sehubungan dengan
tidak adanya syarat-syarat terjadinya peperangan Islami di dalamnya
seperti adanya Tamayyuz (berpisahnya umat Islam dari orang kafir) dan
Indzar (peringatan).
Adapun jika syarat-syarat untuk keluar
dari pemerintahan orang-orang yang menampakkan kekufuran yang jelas
telah sempurna, maka permasalahan ini telah kita bahas. Ulama umat ini
dan ahli al-hill wa al-‘Aqd [pemberi keputusan] telah memberi fatwa
tentang wajibnya keluar [memisahkan diri] setelah menyempurnakan
persyaratannya. Umat ini sanggup untuk menghilangkan hakim kafir atau
pemerintah kafir, dan mendatangkan pemerintahan atau hakim Mus-lim tanpa
mendatangkan fitnah. Pemimpin orang-orang yang menghendaki kudeta
adalah dari kaum Muslimin yang mempunyai syarat sebagai pemimpin, dan
mereka itu dari ahli sunnah wal jamaah dan para ulama memberi fatwa
tentang disyari'atkannya kudeta mereka. Maka dalam kondisi seperti ini
mereka boleh untuk melakukan [kudeta], seperti bolehnya keluar dengan
syarat-syarat.
Adapun jika syarat-syarat tidak ada,
maka tidak boleh bagi mereka untuk melakukan kudeta karena hal itu akan
memakan korban tanpa alasan yang benar, kemudian sampai pada kekuasaan
dengan dukungan basis Islam yang lebih kecil dari jumlah yang
seharusnya. Tidak akan dapat melindungi pemerintah Islam yang baru
berdiri tidak akan bertahan lama dalam menghadapi musuh baik dari dalam
maupun dari luar.
Tidak diragukan bahwa setiap bentrokan
dengan kekuasaan dalam contoh ini adalah Sebuah kecerobohan dan tuduhan
sembrono dan gegabah yang tidak dipikirkan dan direnungkan. Dan orang
yang menghendaki contoh dari apa yang kami katakan, maka renungkanlah
tentang sebab-sebab dan hasil pembantaian yang terjadi di Suriah.
Kaum salib zionis telah menggunakan
cara-cara kudeta ini dalam bentuk yang paling buruk untuk melawan umat
ini. Mereka telah melakukannya di Turki membantu Mushthafa Kemal
at-Taturk untuk memperoleh pemerintahan dan menghapus kekhilafahan,
kemudian tersebarlah kudeta-kudeta di sana sini. Bagi orang yang berakal
harus memikirkan akibat-akibatnya.
Kebanyakan ulama masa kini dan pemikir
Muslim mengingkari kudeta militer untuk merubah sistem kepemerintahan
karena kondisi yang benar, dan mereka berpendapat bahwa dakwah adalah
cara yang terbaik.
Al-‘Allamah al-Albani berkata, "Setiap
dakwah (seruan) untuk Islamisasi undang-undang pada masa kerusakan
penguasa Hanyalah slogan kosong. Karena tidak termasuk hikmah
[bermanfaat] mengatasi hal-hal yang bersifat formalitas, Tetapi yang
wajib adalah mengerjakan skala prioritas yang paling utama. Yang paling
penting di sini adalah memperbaiki akidah kaum Muslimin, mensucikan
ketakwaan, menyerukan kepada hal pokok yang bersih dari bid'ah, dan
pendidikan kepada tauhid."
Al-Albani mengecam sebagian aktivis
dakwah yang tidak memiliki kesibukan kecuali mendidik para pengikutnya
dengan politik dan ekonomi dari hal-hal yang menjadi topik perbincangan
sebagian besar penulis buku saat ini, yang di antara mereka ada orang
yang tidak mengerjakan shalat, padahal semuanya berusaha untuk
mewujudkan masyarakat Islami dan menegakkan hukum Islam. Bagaimana
mungkin! Sesungguhnya masyarakat seperti ini tidak mungkin diwujudkan,
kecuali jika seruan dimulai seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam memulai dakwahnya kepada Allah, dan sesuai dengan yang
dijelaskan al-Qur'an dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam."
Al-Albani berkata lagi (Ket : Al-Aqidah
at-Thahawiyah, syarah dita'liq oleh al-Albani, hal 69.), "Bukanlah
termasuk metode penyelamatan yang dibayangkan sebagian orang, yaitu
memberontak dengan senjata terhadap pemerintah melalui sarana kudeta
militer. Karena di samping cara ini termasuk bid'ah modern ia juga
menyalahi nash-nash syari'ah."
Al-‘Allamah Ibnu Jibrin ditanya, "Di
sebagian negara terjadi kudeta militer sebagai salah satu cara untuk
keluar dari pemerintahan. Cara ini dianggap berhasil saat mereka dapat
menjatuhkan hakim [kepala negara], kemudian pemerintahan dikuasai pihak
luar. Peristiwa ini telah menumpahkan darah kaum Muslimin. Al-Bani
mengatakan bahwa hal ini merupakan bid'ah modern yang tidak
diperbolehkan. Kami berharap anda dapat menjelaskan hukum perbuatan ini?
(Majmu' Fatawa wa Rasaail al-Syaikh Ibnu Jibrin, al-‘Aqidah, (juz
VIII))
Ia menjawab, "Ketika bai'at pengangkatan
seorang hakim untuk menjadi pemimpin kaum Muslimin atau suatu negeri
dari negeri-negeri maka ia dianggap sebagai pemimpin yang harus ditaati
dan diharamkan menentangnya. Terlarang pula melakukan kudeta militer
terhadap Ulil Amri dan memberontak kepada para pemimpin kaum Muslimin,
yang dengan hal itu menyebabkan terjadinya banyak fitnah, tertumpahnya
darah, dan terbunuhnya orang-orang yang tidak berdosa, merusak jiwa dan
harta. Tidak diragukan bahwa hal itu diharamkan karena sesungguhnya hal
tersebut merupakan bid'ah modern. Walaupun peristiwa penentangan
terhadap Ulil Amri dan Khalifah, pencopotan kekuasaan mereka, dan
meninggalkan ketaatan kepada mereka, telah terjadi pada abad-abad
permulaan dan setelahnya. Yang dengan hal itu menyebabkan terjadinya
fitnah, pembunuhan, dan banyak terjadi musibah, yang menunjukkan
kerusakan yang demikian besar.
Karena itulah, para ulama dalam
kitab-kitab Aqidah mereka mewajibkan ketaatan kepada Ulil Amri dan
bersabar terhadap apa yang timbul dari mereka berupa ketidakadilan dan
kezaliman, memberi nasihat dan petunjuk kepada mereka, menjelaskan
kebenaran, memperingatkan mereka jika mereka berbuat maksiat, kekerasan,
dan menyakiti, mendorong mereka untuk bersikap lembut dan berperilaku
baik. Tidak diragukan bahwa mereka akan berubah jika mereka percaya
dengan kecintaan dan keikhlasan orang yang memberi nasihat, dan mereka
pun akan menerima nasihat dengan baik. Wallahu a'lam.
Al-Maududi berkata (Ket : Kewajiban
Pemuda Masa Kini, karya al-Maududi- Resiko Jama'ah Islam.), "Wahai
saudara-saudara yang mulia, di akhir ucapanku ini aku akan menyampaikan
sebuah nasehat untukmu. Janganlah sekali-kali kamu melakukan suatu
kegiatan dengan organisasi rahasia (bawah tanah) untuk mewujudkan tujuan
dan jangan pula menggunakan kekejaman, kekerasan dan kekuatan senjata
untuk merubah keadaan, karena cara ini merupakan cara terburu-buru yang
berupaya untuk sampai pada tujuan dengan jalan pintas. Tentu cara
demikian akan berdampak lebih buruk dan akan mendatangkan Banyak
mudharat dari semua cara yang lain.
Sesungguhnya cara yang baik dan benar
telah dicapai pada masa silam dan akan dicapai pula pada masa yang akan
datang dengan menggunakan gerakan-gerakan terbuka (transparan) yang
program kegiatannya jelas, sejelas matahari di siang hari. Maka
hendaklah dakwahmu disebarluaskan dengan cara terbuka, awalilah langkah
dakwahmu dengan membersihkan hati dan akal manusia dari berbagai noda
dalam tataran yang seluas-luasnya, tundukkanlah mereka dengan senjata
kemuliaan akhlaq dan keutamaan (fadhilah), hadapilah setiap malapetaka
dan bencana dengan jiwa pahlawan karena inilah jalan yang memungkinkan
kita dapat merubah keadaan sampai ke akar-akarnya, membangun landasan
yang kokoh, tiang yang tangguh, yang pada gilirannya akan memberikan
sebesar-besarnya manfaat untuk umat serta tidak mungkin kekuatan apapun
dapat menghentikan dan menghadapinya.
Menurut pendapatku; sesungguhnya akhir
umat ini tidak akan baik kecuali dengan sesuatu yang membuat baik umat
terdahulu. Jika kamu ingin buru-buru memperbaikinya dan kamu lakukan
perubahan dengan menggunakan kekerasan Kamu berhasil pada batas
tertentu, maka keadaannya ibarat udara yang masuk dari satu pintu
kemudian keluar dari jendela. Demikianlah beberapa nasihat yang aku
sampaikan untuk setiap orang yang menjalankan dakwah dijalan Allah
Ta'ala."
Dr.Yusuf al-Qardlawi berkata, "Kaum
Mukminin harusnya bekerja dengan serius untuk menyebarkan dakwah dan
menyampaikan risalah, tingkatkan kuantitas dan pererat tali persaudaraan
serta jelaskan dalil-dalil kepada orang-orang yang menentang, kemudian
cari solusi untuk menuntaskannya sehingga dengannya akan dapat kekuatan
untuk menghadapi musuh-musuh mereka."
Lalu ia berkata lagi, "Ada beberapa
syarat yang harus ada pada diri orang-orang mukmin agar dapat memperoleh
pertolongan dan ketenangan. Adapun syarat itu adalah bersabar atas
segala yang menyakiti, memiliki jalan yang panjang, dan teguh dalam
menghadapi cemoohan dan tantangan."
Pemberlakuan hukum syari'at tidak akan
menciptakan perubahan pada umat selama Tidak diiringi oleh perubahan
dalam jiwa umat yang seharusnya dapat menjadikan putra putri ini umat
ini berada pada tingkat ketinggian syariat ini. Untuk itu, kaum Mukminin
membutuhkan dasar yang kuat dan mendalam. Sedangkan waktu dalam hal ini
diukur dengan usianya dakwah dan umat, tidak diukur dengan lamanya
hidup seseorang.
Tidak diragukan, setiap muslim sangat
peduli akan tegaknya negara Islam yang menggunakan hukum dan syari'at
Allah saja. Setiap muslim wajib mengerahkan kesungguhannya untuk
merealisasikan tujuan yang agung ini, namun adakalanya sebagian media
yang digunakan ada yang lebih benar, lebih bermanfaat dari media yang
lain. Perlu kita ketahui bahwa menampakkan aktivitas Islami dalam bentuk
persaingan untuk menguasai pemerintahan akan berdampak jelek terhadap
perjalanan dakwah itu sendiri. Karenanya bukanlah tujuan utama kita,
kita menjadi pejabat pemerintah, akan tetapi tujuan utama kita adalah
menegakkan hukum Allah dan merealisasikan syari'atnya. Untuk itu, mari
kita awali dengan menanamkan aqidah pada jiwa, dan mendidiknya atas
dasar nilai-nilai iman serta menghiasi diri dengan akhlaq yang Islami.
Kita mohon pertolongan Allah Ta'ala dalam mewujudkan dan merealisasikan
kaidah-kaidah keimanan.
"Dan dihari itu bergembiralah
orang-orang mukmin, karena pertolongan Allah, dia menolong siapa saja
yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang"
(ar-Ruum: 4 - 5).
Jalan yang nampak lambat dan panjang
sekali ini, adalah jalan yang lebih dekat dan lebih cepat serta lebih
baik, Insya Allah. (Ket Tahshil adz-Zad li tahqiq al-Jihad, Said Abdul
Adhim ; 102-105 dengan beberapa perubahan.)
FOLLOW: @rahmad_syecher
FB: RAHMAD AL HADI SMSY
ConversionConversion EmoticonEmoticon