Suatu ketika seorang kyai yang sangat dicintai para santri membeli burung beo. Karena dia kyai, maka cara mengajarkan burung ini pun berbeda dengan kebanyakan orang. Pak kyai mengajarkan burung ini kalimat dzikir. Setiap hari burung ini diajarkan untuk mengucapkan "Allahu Akbar...Allahu Akbar... Allahu Akbar."
Setelah 3 bulan, ribuan santrinya mengakui kehebatan beo ini. Ia mampu mengucapkan "Allahu Akbar...Allahu Akbar." Ini menjadi tontonan menarik, melebihi serunya mukhadarah. Bulan berikutnya, sang kyai mengajarkan "Subhanallah...Subhanallah." Dan, lagi-lagi, kyai ini bisa mengajarkan burung beo ucapan dzikir, "Subhanallah...Subhanallah...Subhanallah."
Beo Pak kyai mendapat perhatian hebat. Burung langka, bisa berdzikir. Para santri yang kiriman uangnya terlambat bisa terhibur. Beo menjadi kebanggaan pesantren ini.
Bulan berikutnya Pak Kyai pun mengajarkan kalimat tauhid, "Laa ilaha...illa Allah....Laa ilaha...illa Allah" Dan, memang berhasil. Si beo berhasil mengatakannya dengan makhraj beo yang pas-pasan. Tapi, tetap fasih dalam dunia beo. Ia tampak hebat dan alim. Setelah itu, praktis semua kalimat dzikir yang pernah diajarkan Kyai kepada santrinya, diajarkan pula pada beo ini.
Namun, tiba-tiba si beo jatuh sakit. Badannya menjadi kurus, lesu dan lunglai. Sang Kyai mengamati proses sakit yang berhari-hari. Sampai suatu ketika, burung beo itu sekarat. Dan ketika hendak mati, burung beo ini kejang-kejang dan keluar suara dari mulutnya, "Khukhkh...Khukhkh....Khukhkh." Lalu mati begitu saja.
Pak kyai begitu sedih. Dia tampak murung, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan merenungkannya.
Pernah suatu ketika, sang kyai duduk termenung memandangi bekas sangkarnya setelah shalat jamaah. Beberapa santri pernah menyaksikan Pak Kyai berbicara sendiri dengan sangkar burung itu.
Kejadian ini jelas membuat santri-santri senior prihatin. Mereka lalu patungan mengumpulkan uang untuk membeli burung beo sebagai pengganti.
Singkat cerita, mereka berhasil membeli burung beo muda dengan warna sama seperti beo kesayangan Kyai dahulu.
"Pak Kyai, ini kami belikan burung beo baru. Mungkin, burung ini bisa mengobati kesedihan Pak Kyai," tutur santri senior.
Pak Kyai tampak kaget. Dia menarik nafas panjang...Lalu diam agak lama. Beberapa santri pun tertunduk. Sambil menunggu ucapan terima kasih yang datang agak berat.
"Kalian pikir, saya ini sedih gara-gara ditinggalkan mati oleh burung beo? Kalian pikir saya mau memelihara burung beo lagi untuk sekadar menuruti hobi saya?" kata kyai.
Semua santri yang ada di situ terdiam. Mereka bingung.
"Saya sedih dan takut kalau-kalau santri-santri di pondok ini bernasib sama dengan beo itu! Saya takut ribuan santri yang saya didik bertahun-tahun tentang agama, tapi saat ajalnya tiba hanya mampu berucap, "Khukhkh...Khukhkh....Khukhkh..."
Setelah 3 bulan, ribuan santrinya mengakui kehebatan beo ini. Ia mampu mengucapkan "Allahu Akbar...Allahu Akbar." Ini menjadi tontonan menarik, melebihi serunya mukhadarah. Bulan berikutnya, sang kyai mengajarkan "Subhanallah...Subhanallah." Dan, lagi-lagi, kyai ini bisa mengajarkan burung beo ucapan dzikir, "Subhanallah...Subhanallah...Subhanallah."
Beo Pak kyai mendapat perhatian hebat. Burung langka, bisa berdzikir. Para santri yang kiriman uangnya terlambat bisa terhibur. Beo menjadi kebanggaan pesantren ini.
Bulan berikutnya Pak Kyai pun mengajarkan kalimat tauhid, "Laa ilaha...illa Allah....Laa ilaha...illa Allah" Dan, memang berhasil. Si beo berhasil mengatakannya dengan makhraj beo yang pas-pasan. Tapi, tetap fasih dalam dunia beo. Ia tampak hebat dan alim. Setelah itu, praktis semua kalimat dzikir yang pernah diajarkan Kyai kepada santrinya, diajarkan pula pada beo ini.
Namun, tiba-tiba si beo jatuh sakit. Badannya menjadi kurus, lesu dan lunglai. Sang Kyai mengamati proses sakit yang berhari-hari. Sampai suatu ketika, burung beo itu sekarat. Dan ketika hendak mati, burung beo ini kejang-kejang dan keluar suara dari mulutnya, "Khukhkh...Khukhkh....Khukhkh." Lalu mati begitu saja.
Pak kyai begitu sedih. Dia tampak murung, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan merenungkannya.
Pernah suatu ketika, sang kyai duduk termenung memandangi bekas sangkarnya setelah shalat jamaah. Beberapa santri pernah menyaksikan Pak Kyai berbicara sendiri dengan sangkar burung itu.
Kejadian ini jelas membuat santri-santri senior prihatin. Mereka lalu patungan mengumpulkan uang untuk membeli burung beo sebagai pengganti.
Singkat cerita, mereka berhasil membeli burung beo muda dengan warna sama seperti beo kesayangan Kyai dahulu.
"Pak Kyai, ini kami belikan burung beo baru. Mungkin, burung ini bisa mengobati kesedihan Pak Kyai," tutur santri senior.
Pak Kyai tampak kaget. Dia menarik nafas panjang...Lalu diam agak lama. Beberapa santri pun tertunduk. Sambil menunggu ucapan terima kasih yang datang agak berat.
"Kalian pikir, saya ini sedih gara-gara ditinggalkan mati oleh burung beo? Kalian pikir saya mau memelihara burung beo lagi untuk sekadar menuruti hobi saya?" kata kyai.
Semua santri yang ada di situ terdiam. Mereka bingung.
"Saya sedih dan takut kalau-kalau santri-santri di pondok ini bernasib sama dengan beo itu! Saya takut ribuan santri yang saya didik bertahun-tahun tentang agama, tapi saat ajalnya tiba hanya mampu berucap, "Khukhkh...Khukhkh....Khukhkh..."
ConversionConversion EmoticonEmoticon