Setiap manusia mendambakan kebahagiaan
dan kesuksesan, terhindar dari kesengsaraan dan kegagalan di dunia dan
akhirat. Di sinilah pentingnya kita mengenal secara baik akibat-akibat
durhaka kepada orang tua, selain mempersiapkan bekal dan perangkat yang
profesional untuk menggapai cita-cita.
Tidak jarang kita saksikan anak yang
durhaka pada orang tuanya, ia harus menghadapi kendala-kendala yang
berat, sulit meraih kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidupnya. Belum
lagi ia harus dan pasti menghadapi penderitaan yang berat saat sakratul
maut, dan ini pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. Beliau sendiri tak
sanggup membimbingnya untuk mempertahankan keimanannya kecuali setelah
ibunya memaafkan.
Tidak sedikit juga anak yang durhaka, ia
sangat sulit menemukan dan merasakan kebahagiaan dan kedamaian dalam
hidupnya sekalipun ia memiliki kemampuan profesional dan berkecukupan
dalam materi. Bahkan tidak jarang di antara mereka hampir-hampir putus
asa dalam hidupnya akibat kedurhakaannya terhadap kedua orang tuanya.
Fakta dan kenyataan yang kita jumpai
dalam kehidupan keseharian bahwa dalam kehidupan ini penuh dengan
energi, yang positif dan negatif, yang dapat menolong kita atau
sebaliknya menghantam kekuatan kita. Sehingga kita kehilangan kendali,
gelap dan tak mampu melihat rambu-rambu kebahagian dan kesuksesan yang
sejati.
Kenyataan inilah yang rambu-rambunya
sering diungkapkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul baitnya (sa).
Kita mesti menyadari bahwa mata lahir kita, bahkan pikiran kita, punya
keterbatan untuk menyoroti rambu-rambu itu. Karena rambu-rambu itu jauh
berada di atas kemampuan sorot mata lahir dan analisa pikiran. Yang
mengetahui semua itu secara sempurna hanya Allah dan Rasul-Nya dan
orang-orang suci dari Ahlul bait Nabi saw.
Tolok Ukur durhaka kepada orang tua
Allah swt berfirman: “Jika salah seorang di antara mereka telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra’: 23).
Tolok Ukur durhaka kepada orang tua
Allah swt berfirman: “Jika salah seorang di antara mereka telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra’: 23).
Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw: Apakah ukuran durhaka kepada kedua orang tua?
Rasulullah saw menjawab: “Ketika mereka
menyuruh ia tidak mematuhi mereka, ketika mereka meminta ia tidak
memberi mereka, jika memandang mereka ia tidak hormat kepada mereka
sebagaimana hak yang telah diwajibkan bagi mereka.” (Mustadrak Al-Wasâil
15: 195)
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Ali
bin Abi Thalib (sa): “Wahai Ali, barangsiapa yang membuat sedih kedua
orang tuanya, maka ia telah durhaka kepada mereka.” (Al-Wasail 21: 389;
Al-Faqîh 4: 371)
Tingkatan Dosa durhaka pada orang tua
Rasulullah saw bersabda: “Dosa besar yang paling besar adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (Al-Mustadrak 17: 416)
Rasulullah saw bersabda: “Dosa besar yang paling besar adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (Al-Mustadrak 17: 416)
Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga macam
dosa yang akibatnya disegerakan, tidak ditunda pada hari kiamat: durhaka
kepada orang tua, menzalimi manusia, dan ingkar terhadap kebajikan.”
(Al-Mustadrak 12: 360)
Rasulullah saw bersabda: “…Di atas setiap
durhaka ada durhaka yang lain kecuali durhaka kepada orang tua. Jika
seorang anak membunuh di antara kedua orang tuanya, maka tidak ada lagi
kedurhakaan yang lain di atasnya.” (At-Tahdzib 6: 122)
Akibat-akibat durhaka kepada orang tua
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di akhirat. Akibat itu antara lain:
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di akhirat. Akibat itu antara lain:
Dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua orang tuanya, maka Aku meri¬dhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya, maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun kebahagiaan, 2: 263).
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua orang tuanya, maka Aku meri¬dhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya, maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun kebahagiaan, 2: 263).
Menghalangi doa dan Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang mempercepat kematian adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.” (Al-Kafi 2: 447)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang mempercepat kematian adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.” (Al-Kafi 2: 447)
Celaka di dunia dan akhirat
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla menjadikan dalam firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang sombong dan celaka: “Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong dan celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla menjadikan dalam firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang sombong dan celaka: “Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong dan celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)
Dilaknat oleh Allah swt
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa): “Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang durhaka kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang tuanya karena kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada anaknya karena kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa): “Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang durhaka kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang tuanya karena kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada anaknya karena kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
Ya Allah, jangan jadikan daku orang yang
menyebabkan kedua orang tuaku dilaknat oleh-Mu karena kedurhakanku pada
mereka. Ya Allah, jadikan daku anak yang berbakti kepada kedua orang
tuaku sehingga Engkau sayangi mereka karena kebarbaktianku pada mereka.”
Duhai saudaraku, di sinilah letak
hubungan erat yang tak terpisahkan antara kita dan kedua orang tua kita.
Betapa pentingnya menanamkan pendidikan akhlak yang mulia pada
anak-anak kita, sehingga kita meninggalkan warisan yang paling berharga
yaitu anak-anak yang saleh, yang dapat mengalirkan kebahagiaan dan
kedamaian pada kita bukan hanya di dunia tetapi juga di alam Barzakh dan
akhirat.
Dikeluarkan dari keagungan Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.” (Al-Faqih 3: 565)
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.” (Al-Faqih 3: 565)
Amal kebajikannya tidak diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Shalatnya tidak diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).
Tidak melihat Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan orang yang disebutkan nama¬ku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan orang yang disebutkan nama¬ku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Na’udzubillâh, semoga kita tidak
tergolong kepada mereka yang tidak diizinkan untuk berjumpa dengan
Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), karena hal ini harapan dan idaman
bagi setiap muslimin dan mukminin. Sudah tidak berjumpa di dunia, tidak
berjumpa pula di akhirat. Na’udzubillâh, semoga kita semua dijauhkan
dari akibat ini.
Diancam dimasukkan ke dalam dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 262).
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 262).
Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam jarak perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam jarak perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
Menderita saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw. Berikut ini kisahnya:
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw. Berikut ini kisahnya:
Kisah nyata di zaman Nabi saw
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang
ibu yang berada di dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul
maut: Apakah pemuda ini masih punya ibu?
Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka padanya?
Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 tahun.
Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!
Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu padanya.
Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka padanya?
Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 tahun.
Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!
Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah saw membimbing kembali kalimat tauhid, yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh.
Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa yang kamu lihat tadi?
Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk, ia mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh.
Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa yang kamu lihat tadi?
Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk, ia mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.
Lalu Nabi saw membimbinnya untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ، اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit
dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan
ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang.” 1)
Sang pemuda kini dapat mengucapkannya.
Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia mendekatiku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling dariku.
Nabi saw bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun memperhatikannya. Kemudian beliau bertanya: sekarang apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan cahayanya meliputi keadaanku. (Bihârul Anwâr 75: 456).
Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia mendekatiku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling dariku.
Nabi saw bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun memperhatikannya. Kemudian beliau bertanya: sekarang apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan cahayanya meliputi keadaanku. (Bihârul Anwâr 75: 456).
__________
1). Doa ini dikenal sebagai doa Yasîr, doa untuk memperoleh kemudahan saat sakaratul maut.
Wassalam1). Doa ini dikenal sebagai doa Yasîr, doa untuk memperoleh kemudahan saat sakaratul maut.
Inalillahi wainalillah`hi roziun.,,,buat orang yang durhaka kepada ibu dan bapaknya,,,
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka. [QS. Al-Isra' (17): 23]
‘Uquuqul
walidain (durhaka kepada orang tua) adalah dosa besar. Karena itu,
Rasulullah saw. –seperti yang dikutip oleh Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya
An-Nihaayah—melarang perbuatan durhaka kepada kedua orangtua.
Seseorang
dikatakan ‘aqqa waalidahu, ya’uqquhu ‘uqaaqan, fahuwa ‘aaqun jika telah
menyakiti hati orangtuanya, mendurhakainya, dan telah keluar darinya.
Kata ini merupakan lawan dari kata al-birru bihi (berbakti kepadanya).
Kata
al-’uquuq (durhaka) berasal dari kata al-’aqq yang berarti asy-syaq
(mematahkan) dan al-qath’uorang anak dikatakan telah durhaka kepada
orang tuanya jika dia tidak patuh dan tidak berbuat baik kepadanya, atau
dalam bahasa Arab disebut al-’aaq (anak yang durhaka). Jamak
dari kata al-’aaq adalah al-‘aqaqah. Berdasarkan pemaknaan ini, maka
rambut yang keluar dari kepala seorang bayi yang baru lahir dari perut
ibunya dinamakan dengan aqiiqah, karena rambut itu akan dipotong.
(memotong). Jadi, seorang anak dikatakan telah durhaka kepada orang
tuanya jika dia tidak patuh dan tidak berbuat baik kepadanya, atau dalam
bahasa Arab disebut al-’aaq (anak yang durhaka). Jamak dari kata
al-’aaq adalah al-‘aqaqah. Berdasarkan pemaknaan ini, maka rambut yang
keluar dari kepala seorang bayi yang baru lahir dari perut ibunya
dinamakan dengan aqiiqah, karena rambut itu akan dipotong.
Yang
dimaksud dengan al-’uquuq (durhaka) adalah mematahkan “tongkat”
ketaatan dan “memotong” (memutus) tali hubungan antara seorang anak
dengan orang tuanya.
Jadi,
yang dimaksud dengan perbuatan durhaka kepada kedua orang tua adalah
mematahkan “tongkat” ketaatan kepada keduanya, memutuskan tali hubungan
yang terjalin antara orang tua dengan anaknya, meninggalkan sesuatu yang
disukai keduanya, dan tidak menaati apa yang diperintahkan atau diminta
oleh mereka berdua.
Sebesar
apa pun ibadah yang dilakukan oleh seseorang hamba, itu semua tidak
akan mendatangkan manfaat baginya jika masih diiringi perbuatan durhaka
kepada kedua orang tuanya. Sebab, Allah swt. menggantung semua ibadah
itu sampai kedua orang tuanya ridha.
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa dia berkata, “Tidaklah seorang muslim
memiliki dua orang tua muslim, (kemudian) dia berbakti kepada keduanya
karena mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan membukakan dua pintu
untuknya –maksudnya adalah pintu surga–. Jika dia hanya berbakti kepada
satu orang tua (saja), maka (pintu yang dibukakan untuknya) pun hanya
satu. Jika salah satu dari keduanya marah, maka Allah tidak akan
meridhai sang anak sampai orang tuanya itu meridhainya.” Ditanyakan
kepada Ibnu ‘Abbas, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya?” Ibnu ‘Abbas
menjawab, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya.”
Oleh
karena itu ketika ada seseorang yang memaparkan kepada Rasulullah saw.
tentang perbuatan-perbuatan ketaatan (perbuatan-perbuatan baik) yang
telah dilakukannya, maka Rasulullah saw. pun memberikan jawaban yang
sempurna yang dikaitkan dengan satu syarat, yaitu jika orang itu tidak
durhaka kepada kedua orang tuanya.
Diriwayatkan
dari ‘Amr bin Murah Al-Juhani r.a. bahwa dia berkata, “Seorang lelaki
pernah mendatangi Nabi saw. kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku
telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang haq), kecuali Allah dan bahwa
engkau adalah utusan Allah. Aku (juga) telah melaksanakan shalat lima
(waktu), menunaikan zakat dari hartaku, dan berpuasa pada bulan
Ramadhan.’ Nabi menjawab, ‘Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan
(seperti) ini, maka dia akan bersama para nabi, shiddiqiin, dan syuhada
pada hari Kiamat nanti seperti ini –beliau memberi isyarat dengan dua
jarinya (jari telunjuk dan jari tengah)—sepanjang dia tidak durhaka
kepada kedua orang tuanya.’”
Hadits-hadits Tentang Durhaka
Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Sungguh
celaka, sungguh celaka, sungguh celaka!” Seseorang bertanya, “Siapa yang
celaka, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Barangsiapa yang
sempat bertemu dengan kedua orang tuanya, tetapi dia tidak bisa masuk
surga (karena tidak berbakti kepada mereka).”
Diriwayatkan
dari Jabir bin Samrah r.a., dia berkata, Nabi saw. pernah naik ke atas
mimbar, kemudian dia mengucapkan, “Amin, amin, amin.” Lalu beliau
bersabda, “Jibril a.s. telah mendatangiku, kemudian dia berkata, ‘Wahai
Muhammad, barangsiapa yang sempat bertemu dengan salah satu dari kedua
orang tuanya (dan tidak berbakti kepada mereka), kemudian dia meninggal
dunia, maka dia akan masuk neraka dan Allah akan menjauhkan dia dari
(rahmat-Nya). Katakanlah (olehmu) ‘amin’, maka aku pun mengatakan
‘amin’. Jibril kemudian berkata, ‘Wahai Muhammad, barangsiapa yang
menjumpai bulan Ramadhan (dan dia tidak berpuasa) kemudian meninggal
dunia, maka Allah tidak mengampuninya, dimaksukkan ke neraka, dan Allah
akan menjauhkan dia dari (rahmat-Nya). Katakanlah (olehmu) ‘amin’, maka
aku pun mengatakan ‘amin’.’ Jibril kemudian berkata, ‘Barangsiapa yang
ketika disebutkan namamu di sisinya, tetapi dia tidak (membaca) shalawat
kepadamu, kemudian dia meninggal dunia, maka dia akan masuk neraka dan
Allah akan menjauhkan dia dari (rahmat-Nya). Katakanlah (olehmu) ‘amin’,
maka aku mengatakan ‘amin’.’”
Diriwayatkan
dari Mughirah, dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan kepada kalian perbuatan durhaka kepada ibu-ibu
(kalian), menuntut sesuatu yang bukan hak (kalian), dan mengubur
hidup-hidup anak perempuan. Allah juga telah membenci percakapan tidak
jelas sumbernya, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.”
Bukhari-Mualim
meriwayatkan dari Abu Bakrah, dari bapaknya bahwa dia berkata,
“Rasulullah saw. bersabda, ‘Maukan kalian jika aku beritahukan (kepada
kalian) tentang dosa yang paling besar?’ Beliau mengucapkan sabdanya ini
sebanyak tiga kali. Kami menjawab, ‘Mau, ya Rasulullah.’ Rasulullah
saw. menjawab, ‘Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.’ Saat
itu beliau sedang bersandar, kemudian beliau duduk, lalu bersabda,
‘Ketahuilah, (juga) kata-kata palsu dan kesaksian palsu. Ketahuilah,
(juga) kata-kata palsu dan kesaksian palsu.’ Beliau terus mengatakan hal
itu sampai aku berkata, beliau (hampir saja) tidak diam.”
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Angin surga akan
dihembuskan dari jarak lima ratus tahun dan tidaklah akan mencium bau
surga itu orang yang suka menyebut-nyebut amal perbuatannya, orang yang
durhaka (kepada orang tuanya), dan orang yang kecanduan khamr.”
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Umar r.a. bahwa dia bersabda, Rasulullah saw. bersabda,
“(Ada) tiga orang yang tidak akan dilihat Allah pada hari Kiamat: orang
yang durhaka kepada kedua orang tuannya, orang yang kecanduan khamr, dan
orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya.”
Diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa dia berkata, Rasulullah bersabda, “Di
antara dosa yang paling besar adalah (apabila) seorang anak melaknat
kedua orang tuanya.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana
mungkin seorang anak melaknat kedua orang tuannya?” Rasulullah saw.
menjawab, “(Apabila) anak mencaci ayah orang lain, maka berarti dia
mencaci ayahnya (sendiri), dan dia mencaci ibu orang lain, maka berarti
dia telah mencaci ibunya (sendiri).”
Diriwayatkan
dari ‘Aisyah r.a. bahwa dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda,
‘Tidaklah dianggap berbakti kepada sang ayah jika seseorang menajamkan
pandangan (matanya) kepada ayahnya itu karena ia marah (kepadanya).’”
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Umar r.a., dari Nabi saw. bersabda beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai perbuatan durhaka (kepada kedua
orang tua).”
Diriwayatkan
dari Abu Bakrah r.a. dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Setiap dosa
akan Allah tangguhkan (hukumannya) sesuai dengan kehendak-Nya, kecuali
(dosa karena) durhaka kepada kedua orang tua. Sesungguhnya Allah swt.
akan menyegerakan hukuman perbuatan itu kepada pelakunya di dunia ini
sebelum ia meninggal.”
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Umar r.a., dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Keridhaan
Allah itu ada pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan-Nya ada pada
kemarahan kedua orang tua.”
~ **Bentuk-bentuk Perbuatan Durhaka
1. Tidak memberikan nafkah kepada orang tua bila mereka membutuhkan.
2. Tidak melayani mereka dan berpaling darinya. Lebih durhaka lagi bila menyuruh orang tua melayani dirinya.
3. Mengumpat kedua orang tuanya di depan orang banyak dan menyebut-nyebut kekurangannya.
4. Mencaci dan melaknat kedua orang tuanya.
5. Menajamkan tatapan mata kepada kedua orang tua ketika marah atau kesal kepada mereka berdua karena suatu hal.
6.
Membuat kedua orang tua bersedih dengan melakukan sesuatu hal, meskipun
sang anak berhak untuk melakukannya. Tapi ingat, hak kedua orang tua
atas diri si anak lebih besar daripada hak si anak.
7.
Malu mengakui kedua orang tuanya di hadapan orang banyak karena keadaan
kedua orang tuanya yang miskin, berpenampilan kampungan, tidak berilmu,
cacat, atau alasan lainnya.
8. Enggan berdiri untuk menghormati orang tua dan mencium tangannya.
9.
Duduk mendahului orang tuanya dan berbicara tanpa meminta izin saat
memimpin majelis di mana orang tuanya hadir di majelis itu. Ini sikap
sombong dan takabur yang membuat orang tua terlecehkan dan marah.
10. Mengatakan “ah” kepada orang tua dan mengeraskan suara di hadapan mereka ketika berselisih.
Allah
ta’ala berfirman,“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang
tuamu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra’: 23)
Berbuat baik kepada kedua orang tuamu artinya, memberikan bakti dan kasih sayang kepada keduanya.
“Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan ‘ah’ (AI-Isra’: 23)
Jangan
mengatakan “ah” artinya, janganlah berkata-kata kasar kepada keduanya
jika mereka telah tua dan lanjut usia. Selain itu, wajib bagimu untuk
memberikan pengabdian (berbakti) kepada mereka sebagaimana mereka berdua
telah memberikan pengabdian kepadamu. Sesungguhnya, pengabdian orang
tua kepada anaknya adalah lebih tinggi dari pada pengabdian anak kepada
orang tuanya. Bagaimana mungkin kedua pengabdian itu bisa disamakan?
ketika kedua orang tuamu menahan segala derita mengharapkan agar kamu
bisa hidup, sedangkan jika kamu menahan derita karena kedua orang tuamu,
kamu mengharapkan kematian mereka
Allah melanjutkan firman-Nya,“Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, Yakni ucapan yang lemah lembut” [Al Isra:23]
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’ (AI-Isra’:24)
Allah Ta’ala berfirman,“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah engkau akan kembali (Luqman: 14)
Perhatikanlah -semoga Allah merahmatimu- bagaimana Allah mengaitkan rasa syukur kepada kedua orang tua dengan syukur kepada-Nya.
Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ada tiga ayat yang diturunkan dan
dikaitkan dengan tiga hal, tidak diterima salah satunya jika tidak
dengan yang dikaitkannya:
1.
Firman Allah Ta’ala, `Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul’.
Maka barangsiapa taat kepada Allah namun tidak taat kepada Rasul,
ketaatannya tidak diterima.
2.
Firman Allah Ta’ala, `Dan dirikanlah shalat serta tunaikan zakat’. Maka
barangsiapa melakukan shalat namun tidak mengeluarkan zakat, tidaklah
diterima.
3.
Firman Allah Ta’ala, Agar kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu.’ Barangsiapa bersyukur kepada Allah namun tidak bersyukur
kepada kedua orang tua, tentu saja tidak diterima hal itu. Oleh karena
itulah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Keridhaan Allah ada
di dalam keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan Allah ada pada
kemurkaan kedua orang tua. (Diriwayatkan Tirmidzi dari hadits Abdullah
bin Amr, hadits ini diperkuat oleh hadits Abu Hurairah).
Dalam
sebuah hadits disebutkan, Seseorang datang kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin untuk jihad. Kemudian Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, Apakah bapak ibumu masih hidup ?
orang itu menjawab, Ya maka kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hendaklah kamu berbakti kepada keduanya [HR. Bukhari, Muslim)
Lihatlah bagaimana berbuat baik dan memberikan pelayanan kepada kedua orang tua lebih diutamakan daripada jihad?
Dalam
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Maukah aku beritahu kalian
tentang dosa besar yang paling besar? Yakni menyekutukan Allah dan
durhaka kepada kedua orang tua”
Lihatlah
bagaimana Allah mengaitkan antara menyakiti kedua orang tua, tidak
adanya bakti kepada mereka dengan dosa syirik kepadaNya.
Dalam
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang durhaka (kepada
kedua orang tua, orang yang menyebut-nyebut kebaikannya, dan yang
kecanduan khamr”
Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika Allah mengetahui sesuatu
yang lebih hina dari ah’ niscaya Allah akan melarangnya. Maka berbuatlah
orang yang durhaka (kepada orang tua) semaunya, pastilah ia tidak akan
masuk surga. Dan berbuatlah orang yang berbakti kepada orang tua
semaunya, tidaklah ia masuk neraka”
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang
durhaka kepada orang tua, Beliau bersabda lagi, Allah melaknat orang
orang yang mencaci bapaknya. Allah melaknat orang yang mencaci ibunya.
(Diriwayatkan lbnu Hibban dalam shahihnya dari hadits Ibnu Abbas).
Beliau bersabda, Semua dosa ditunda (siksanya) oleh Allah semau-Nya
hingga hari Kiamat kecuali durhaka kepada orang tua. Sesungguhnya dosa
durhaka disegerakan (siksanya) bagi pelakunya” (Diriwayatkan Hakim dari
hadits Abu Bakar dengan sanad yang baik).
~ **hukumannya di dunia sebelum hari Kiamat.
Ka’abul
Ahbar Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah menyegerakan kehancuran
bagi seorang hamba jika ia durhaka kepada orang tuanya. Kehancuran itu
merupakan siksaan baginya. Dan sesungguhnya Allah menambah umur orang
yang berbakti kepada orang tua agar bertambah pengabdian dan kebaikannya
kepada mereka”
Di
antara bentuk pengabdian adalah memberi nafkah kepada mereka di saat
mereka membutuhkan. Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam dan berkata, Wahai Rasulullah, ayahku ingin merampas hartaku.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Kamu dan hartamu
untuk bapakmu”
Ka’abul
Ahbar ditanya tentang durhaka kepada orang tua, Apakah !tu? la
menjawab, “Yaitu jika ayah atau ibunya menyumpahinya, ia tidak
mempedulikannya. Jika mereka menyuruhnya, ia tidak mentaatinya. Jika
meminta sesuatu kepadanya, ia tidak memberinya. Dan jika diberi amanat,
ia mengkhianatinya”
lbnu
Abbas radhiyallahu anhuma ditanya tentang Ashabul-A’raf. Ia menjawab,
Adapun A’raf, ia adalah sebuah gunung di antara surga dan neraka.
Dikatakan A’raf karena ia lebih tinggi daripada surga dan neraka. Di
sana terdapat pepohonan, buah-buahan, sungai, dan mata air. Adapun
orang-orang yang menempatinya, mereka yang dulunya pergi berjihad tanpa
izin dari ayah dan ibu mereka. Kemudian mereka terbunuh dalam jihad itu
dan kesertaannya dalam perang itu menghalanginya dari siksa neraka.
Sedangkan kedurhakaan kepada orang tua menghalanginya untuk masuk surga.
Maka mereka bertempat di Araf tersebut hingga Allah memutuskan urusan
mereka.
Dalam
kedua kitab Shahih diriwayatkan, “Seseorang datang kepada Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah
yang berhak mendapatkan perlakuan baik? Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam menjawab, Ibumu. Beliau bertanya, Kemudian siapa? Rasulullah
menjawab, Ibumu la bertanya lagi, Kemudian siapa lagi? la menjawab,
ibumu. la bertanya lagi, kemudian siapa? Beliau menjawab, ‘Ayahmu.
Kemudian yang paling dekat dan yang paling dekat
Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengulangi kewajiban berbakti kepada
seorang ibu hingga tiga kali sedangkan berbakti kepada ayah satu kali.
Hal itu disebabkan karena derita yang dialami seorang ibu lebih besar
dari pada yang dialami seorang ayah dan kasih sayang yang diberikannya
juga lebih besar daripada ayah. Belum lagi kalau dibandingkan dengan
beratnya mengandung, kontraksi, melahirkan, menyusui, dan berjaga malam.
Ibnu
Umar Radhiyallahu Anhuma melihat seseorang seseorang sedang memanggul
ibunya dengan lehernya sambil mengelilingi Ka’bah. Orang itu bertanya,
“Hai Ibnu Umar, apakah dengan demikian berarti aku telah membalasnya?”
Ibnu Umar menjawab, “Belum sedikit pun kamu membalasnya, namun kamu
telah berbuat baik kepadanya. Dan Allah akan membalas atas sedikit
kebaikanmu dengan balasan yang banyak”
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada empat orang yang Allah harus tidak
memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak mereka mencicipi
kenikmatannya: orang yang kecanduan terhadap khamr, pemakan riba, orang
yang memakan harta anak yatim secara dzalim, dan orang yang durhaka
kepada kedua orang tua kecuali jika mereka telah bertaubat”
(Diriwayatkan Hakim dengan sanad shahih, namun AI-Mundziri mengatakan
bahwa pada sanad hadits ini terhadap Ibrahim bin Khaitsam yang haditsnya
matruk, tertinggal dan tidak diakui).
Seseorang
datang kepada Abu Darda’ Radhiyallahu Anhu dan berkata, Hai Abu Darda’,
sesungguhnya aku menikahi seorang wanita dan ibuku menyuruhku untuk
menceraikannya. Abu Darda’ berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda. “Orang tua adalah pintu tengahnya surga,
jika kamu mau, hilangkan saja pintu atau jagalah”.
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga doa yang terkabulkan
dan tidak ada keraguan padanya: doa orang yang didzalimi, doa orang yang
bepergian, dan doa tidak baik orang tua terhadap anaknya”(Diriwayatkan
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Thabrani).
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Seorang bibi berkedudukan sama
dengan ibu. Maksudnya dalam rangka rasa bakti, kebajikan, kemuliaan,
hubungan, dan kebaikan. (Diriwayatkan Tirmidzi dan menilainya sebagai
hadits shahih).
Dari
Amr bin Murrah Al-Juhani berkata, Seseorang datang kepada Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana
menurutmu jika aku melaksanakan shalat lima (waktu), aku berpuasa
Ramadhan, menunaikan zakat, berhaji
ke Baitullah. Maka apa yang aku dapatkan?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, “Barangsiapa melakukan hal itu ia bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih. Kecuali jika ia durhaka kepada orang tuanya” (Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani).
ke Baitullah. Maka apa yang aku dapatkan?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, “Barangsiapa melakukan hal itu ia bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih. Kecuali jika ia durhaka kepada orang tuanya” (Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah melaknat kepada orang yang durhaka kepada orang tuanya”
Juga
diceritakan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau
bersabda, “Pada malam ketika aku diisra’ kan aku melihat beberapa kaum
yang bergelantungan pada dahan-dahan dari api. Aku bertanya, Wahai
Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah
orang-orang yang mencaci ayah dan ibu mereka di dunia”
Diriwayatkan
bahwa barangsiapa mencaci kedua orang tuanya akan didatangkan kepadanya
di dalam kuburan bara dari api sejumlah setiap titik air yang turun
dari langit ke bumi. Juga diriwayatkan bahwa jika seseorang durhaka
kepada orang tuanya. Nanti setelah dikubur, ia akan dihimpit kuburan itu
hingga tulang-tulang rusuknya berhimpit.
Yang paling keras siksanya pada hari Kiamat nanti tiga orang: Musyrik, pezina, dan yang durhaka kepada orang tua.
Seorang
laki-laki dan perempuan datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, mereka bertengkar tentang permasalahan anak mereka. Yang
laki-laki berkata, Wahai Rasulullah, anakku ini keluar dari tulang
rusukku. Yang perempuan berkata, Wahai Rasulullah, ia membawanya dengan
ringan dan meletakkannya secara menyenangkan, sedangkan aku
mengandungnya susah dan melahirkannya pun susah, aku juga menyusuinya
dua tahun penuh. Akhirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
memutuskan anak itu untuk ibunya.
~ **Nasihat
Wahai
yang mengabaikan hak-hak mulia ini, yang enggan berbakti kepada kedua
orang tua bahkan durhaka kepada mereka. Wahai orang yang lupa akan
kewajibannya, yang lalai kepada apa yang ada di depannya. Berbakti
kepada kedua orang tua bagimu adalah agama, Anda menerlantarkan
kewajiban ini dan mengekor kepada syahwat, menurut dugaanmu kamu mencari
surga, padahal surga itu ada di bawah telapak kaki ibumu. la
mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan yang terasa
sembilan tahun. la menderita saat melahirkanmu, suatu penderitaan yang
memilukan hati dan menyusuimu.
Demi kamu ngantuknya ditahan, dengan tangan kanannya ia membersihkanmu dari kotoran dan mara bahaya. la lebih mengutamakanmu dalam hal makanan. la menggunakan pangkuannya menjadi tempat landasanmu, memberikanmu kebaikan dan pertolongan. Jika sakit atau kepedihan menimpamu, ia menumpahkan rasa sayangnya secara habis-habisan. Kegelisahannya karenamu dan kegundahannya terus menemaninya,
jika demlakan harta miliknya untuk mengobatimu ke dokter. Jika ia diberi pilihan antara hidupmu dan kematiannya, tentu ia akan memilih kehidupan bagimu dengan suaranya yang lantang. Inilah kasih sayang ibu.
Demi kamu ngantuknya ditahan, dengan tangan kanannya ia membersihkanmu dari kotoran dan mara bahaya. la lebih mengutamakanmu dalam hal makanan. la menggunakan pangkuannya menjadi tempat landasanmu, memberikanmu kebaikan dan pertolongan. Jika sakit atau kepedihan menimpamu, ia menumpahkan rasa sayangnya secara habis-habisan. Kegelisahannya karenamu dan kegundahannya terus menemaninya,
jika demlakan harta miliknya untuk mengobatimu ke dokter. Jika ia diberi pilihan antara hidupmu dan kematiannya, tentu ia akan memilih kehidupan bagimu dengan suaranya yang lantang. Inilah kasih sayang ibu.
Sudah
berapa kali kamu memperlakukannya secara kasar? Namun tetap saja ia
mendoakanmu dalam kebaikan baik secara rahasia atau terang-terangan.
Tatkala ia menua dan membutuhkan sesuatu kepadamu, rasanya ia menjadi
beban paling berat bagimu. Kamu kekenyangan sedangkan ia kelaparan, kamu
hilang rasa dahaga sedangkan ia kering kehausan. Kamu memberikan segala
kebaikan kepada keluarga dan anak-anakmu di saat kamu melupakannya.
Terasa berat bagimu urusannya, padahal ia mudah. Terasa panjang usianya
bagimu padahal ia pendek. Kamu mengusirnya, sedangkan dada penolong
selainmu. Ini sikapmu sedang Tuhanmu telah melarangmu mengatakan ‘ah’.
Allah mencacimu karena hak-haknya yang kamu abaikan dengan cercaan
halus, bahwa -dalam dunia kamu akan dibalas dengan kedurhakaan
anak-anakmu, sedang di dalam akhirat kamu dijauhkan dari Tuhan semesta
alam. Allah memanggilmu dengan hina dan ancaman, Itulah (hasil) dari
tanganmu (perbuatanmuj, dan sesungguhnya Allah tidak berlaku dzalim
kepada hamba-hamba-Nya. (AI-Hajj: 10).
Bagi
ibumu terdapat banyak hak atasmu. Apa yang banyak menurutmu
sesungguhnya sangatlah kecil sudah berapa malam ia merasa memberatkanmu
dan kamu mengadukan perihalnya dengan rintih dan keluh Jika kamu tahu
betapa berat saat ia melahirkanmu karena berat beban itu hati terasa
terbang melayang. Betapa sering ia menjagamu dari mara bahaya dengan
tangan kanannya. Dan pangkuannya pun menjadi ranjangmu la mengorbankan
jiwanya demi keluhanmu Dari susunya keluar minuman suci bagimu Betapa
sering kamu menderita kelaparan dan dengan sepenuh tenaga la memberikan
kasih sayangnya kepadamu di waktu kecilmu
Kasihan,
mengapa orang cerdas mesti menuruti nafsunya Kasihan bagi yang buta
hati sedangkan matanya melihat Berharaplah kamu terhadap semua
doa-doanya karena terhadap apa yang didoakannya kamu membutuhkannya.
Dikisahkan
bahwa terdapat seorang pemuda yang dikenal dengan nama Alqamah, ia
banyak berusaha mewujudkan ketaatannya kepada Allah dalam shalat, puasa,
dan sedekah. Lalu ia ditimpa penyakit hingga kondisinya sangat parah.
Ia mengutus istrinya untuk menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Istrinya berkata, Suamiku, Alqamah sedang sekarat. Aku ingin
memberitahukanmu wahai Rasulullah tentang keadaannya. Lalu Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengutus Ammar dan Shuhaib serta Bilal
sembari bersabda, Pergilah kepadanya dan ajari ia syahadat. Mereka pergi
dan masuk ke tempatnya, mereka mendapatkannya telah sekarat. Para
sahabat itu lalu mengajarinya mengucapkannya `la ilaha illallah’
sementara lidahnya kelu dan tidak bisa mengucapkannya. Lalu para utusan
itu mengirim seseorang menemui Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam
untuk memberitahukan kepada beliau bahwa lisannya tidak bisa mengucapkan
kalimat syahadat. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya,
Apakah salah seorang dari kedua orang tuanya masih hidup? Utusan itu
menjawab, Wahai Rasulullah, hanya ada seorang ibu yang sudah tua renta.
Rasulullah mengutus sahabat tersebut untuk menemui ibunya, beliau
berkata kepadanya, Katakan kepadanya, apakah ibu bisa berjalan menemui
Rasulullah? Jika tidak bisa, tinggallah ibu di rumah hingga Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam datang kepadamu. Lalu utusan itu datang
kepadanya dan mengatakan kepadanya apa yang dipesankan Rasulullah
kepadanya. lbu itu berkata, Jiwaku untuk jiwanya sebagai tumbal, aku
lebih berkewajiban untuk mendatanginya. lbu itu bersandar kepada sebuah
tongkat dan berdiri dengan bantuan tongkat itu untuk datang menemui
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau berkata kepadanya, Wahai
Ibu Alqamah, berlaku jujurlah kepadaku, dan jika kamu berbohong,
sebenamya telah datang wahyu dari Allah kepadaku. Bagaimana keadaan
anakmu Alqamah? la berkata, Ya Rasulullah, ia banyak melaksanakan
shalat, banyak puasa, dan bersedekah. Rasulullah bertanya, Lalu
bagaimana dengan dirimu? la menjawab, Wahai Rasulullah, aku sedang marah
kepadanya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya, Mengapa
begitu? la menjawab, Wahai Rasulullah, ia lebih mementingkan istrinya
daripada aku dan ia durhaka kepadaku. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, Sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah menjadi penghalang
bagi lisan Alqamah untuk mengucapkan syahadat. Beliau berkata lagi, Ya
Bilal, pergi dan ambillah untukku kayu bakar yang banyak! Ibu itu
bertanya, Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau lakukan? Rasulullah
menjawab, `Aku akan membakamya dengan api itu di hadapanmu. lbu itu
berkata, Wahai Rasulullah, hatiku tidak tahan melihat anakku dibakar di
hadapanku. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Wahai Ibu
Alqamah, siksaan Allah lebih dahsyat dan lebih kekal. Jika kamu senang
kalau Allah mengampuninya, ridhailah ia. Demi Dzat yang jiwaku di
tangan-Nya, Alqamah tidak akan mendapatkan manfaat dengan shalatnya,
puasanya, dan sedekahnya jika kamu masih marah kepadanya. la berkata,
Wahai Rasulullah, aku mempersaksikan kepada Allah Ta’ala, para malaikat,
dan semuanya, kaum Muslimin yang hadir bahwa aku kini telah ridha
kepada anakku, Alqamah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, Pergilah wahai Bilal dan lihatlah apakah ia bisa mengucapkan
la ilaha illallah atau tidak! Bilal pergi dan terdengar dari dalam rumah
Alqamah mengucapkan la ilaha illallah. Bilal masuk dan berkata, Wahai
semuanya, sesungguhnya kemarahan ibunya menghalanginya untuk mengucapkan
syahadat dan keridhaannya membuat lisannya mampu mengucapkannya.
Kemudian pada hari itu juga Alqamah meninggal, Rasulullah hadir dan
memerintahkan untuk dimandikan, dikafani, dan dishalatkan. Beliau juga
menghadiri pemakamannya, lalu beliau berdiri di bibir kuburannya dan
bersabda, Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa yang
lebih mementingkan istrinya dibandingkan ibunya, maka ia mendapatkan
laknat dari Allah, para malaikat, dan semua manusia. Allah tidak akan
menerima pengganti atau penebus kecuali ia bertaubat kepada Allah Azza
wa Jalla dan berbuat baik kepadanya serta memohon keridhaannya. Karena
keridhaan Allah ada pada keridhaannya dan murka Allah ada pada murkanya.
Kita
memohon kepada Allah agar berkenan memelihara kita dengan keridhaan-Nya
dan menjauhkan kita dari kemurkaannya. Sesungguhnya Allah Mahamulia dan
Maha Dermawan. Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
ConversionConversion EmoticonEmoticon