Jum'at Berdarah; Konspirasi Arab Saudi Menghancurkan Islam Orisinil


Imam Khomeini yakin bahwa Islam merupakan agama untuk membimbing manusia dalam seluruh tahapan dan dimensi kehidupan individual dan sosial. Dan karena hubungan sosial dan politik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, maka Imam Khomeini memandang bahwa Islam yang memperhatikan aspek ibadah dan akhlak individual semata, dan mencegah kaum Muslim dari menentukan masa depan dan masalah-masalah sosial dan politik adalah Islam yang menyimpang, dan menurut ungkapan Imam "Islam Amerika". 
Abu Qurba

 Jum
Pada tahun 1987 terjadi beberapa peristiwa yang sangat memukul perasaan Imam Khomeini Ra, rakyat Iran dan kaum muslimin dunia,  salah satunya adalah musibah besar yang menimpa jemaah haji Iran dan jamaah haji dari beberapa Negara lainnya pada musim haji tahun itu. Para jemaah haji yang syahid akibat perlakukan kejam  pemerintah Saudi menjadi perhatian Imam secara serius. Hal ini merupakan refleksi  kecintaan seorang pemimpin kepada rakyatnya.
Imam Khomeini sangat yakin—berdasarkan ratusan ayat al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang tak terhitung dari Ahlul Bait yang suci—bahwa politik merupakan bagian dari agama dan bahwa proses memisahkan politik dari agama yang populer selama dekade terakhir dari abad ini, pada hakikatnya merupakan propaganda kaum kolonialis. Hasil negatif akibat dari pemisahan ini tampak pada dunia Islam dan di antara para pengikut seluruh agama Ilahi.
Imam Khomeini yakin bahwa Islam merupakan agama untuk membimbing manusia dalam seluruh tahapan dan dimensi kehidupan individual dan sosial. Dan karena hubungan sosial dan politik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, maka Imam Khomeini memandang bahwa Islam yang memperhatikan aspek ibadah dan akhlak individual semata, dan mencegah kaum Muslim dari menentukan masa depan dan masalah-masalah sosial dan politik adalah Islam yang menyimpang, dan menurut ungkapan Imam "Islam Amerika". Sebagaimana ia memulai kebangkitannya atas dasar pemikiran penyatuan agama dan politik, dan beliau meneruskannya atas dasar ini.
Setelah kemenangan Revolusi Islam, di samping membetuk pemerintahan Islam, Imam Khomeini berinisiatif—dengan suatu cara yang berbeda sama sekali dengan berbagai sistem politik kontemporer yang menjelaskan sendi-sendi dan dasar-dasarnya yang menjadi pijakan undang-undang Republik Islam—untuk menghidupkan syiar-syiar sosial Islam dan mengembalikan spirit politik dalam hukum-hukum Islam. Menghidupkan dan meramaikan shalat Jumat dan shalat Ied yang besar di berbagai penjuru negeri dikemas berdasarkan "ibadah politik" dan mengemukakan berbagai problema yang menimpa masyarakat Islam, baik di dalam maupun di luar negeri dalam khutbah shalat Jumat dan hari raya Islam, serta mengubah cara dan kandungan acara-acara duka (misalnya seperti peringatan 10 Muharram—pen.) dengan kemasan politik tersebut. Sesungguhnya salah satu keberhasilan Imam Khomeini yang paling menonjol ialah menghidupkan haji Ibrahim.
Sebelum kemenangan revolusi Islam di Iran seremonial ibadah haji –dengan inspirasi pandangan tertentu dan mengikuti saran para penguasa negara-negara Islam, khususnya  penguasa Saudi- dilaksanakan setiap tahun jauh dari ruh yang sebenarnya. Ketika itu kaum muslimin melaksanakan ibadah haji –sama sekali- tanpa memperhatikan sisi filosofis disyariatkannya muktamar akbar tahunan Islam tersebut. Padahal ibadah haji –sebagaimana disinggung oleh ayat Al-Qur'an: "Allah menjadikan Ka'bah sebagai Baitu al-Haram agar umat manusia bangkit" (Qs. al-maidah:97) – merupakan tempat yang paling tepat untuk mengadakan pertemuan dan mengumandangkan kebebasan dari kaum musyrikin. Namun  setiap orang yang menyaksikan ibadah haji sedikitpun tidak melihat dilontarkannya problema dunia Islam dan bara'ah (bebas) dari kaum musyrikin. Sementara itu umat Islam hidup dalam kondisi yang paling sulit dan menghadapi serangan kolonial dan israel dari berbagai arah.
Setelah kemenangan revolusi Islam yang gemilang itu, Imam Khomeini menekankan  - melalui pesan tahunan yang ia tujukan kepada segenap jamaah haji pada setiap musim haji tiba - pentingnya mengarahkan pandangan kaum muslimin terhadap masalah politik dunia Islam, menilai bara'ah dari kaum musyrikin merupakan bagian dari rukun haji  dan menjelaskan tugas jamaah haji, khususnya dalam masalah ini.  Kemudian berangsur-angsur muktamar haji agung tersebut mulai menampakan bentuknya yang hakiki. Karnaval bara'ah pun mulai dilaksanakan setiap tahun yang diikuti oleh ribuan jamaah haji Iran dan sebagian kaum muslimin revolusioner dari negara-negara lainnya. 
Pada kesempatan itu mereka meneriakan yel-yel dengan menuntut  kebebasan dari Amerika, Uni Soviet dan Israel yang merupakan contoh yang menonjol atas fenomena kemusyrikan dan kekufuran serta mengajak segenap kaum muslimin agar bersatu.
Pada waktu yang bersamaan diadakan pula berbagai muktamar untuk bertukar pandangan diantara kaum muslimin dan berusaha mencari solusi atas problema mereka. Langkah positif ini mendorong Amerika untuk menambah tekanannya kepada pemerintah Saudi untuk mencegah pengaruh gerakan tersebut.
Haji merupakan ibadah akbar dan universal yang hakiki serta menjadi acara ikrar keterbebasan dari kaum kafir setiap tahun yang diikuti oleh ribuan jamaah haji Iran dan kaum Muslimin yang revolusioner dari negeri-negeri yang lain. Pada acara itu, mereka meneriakkan yel-yel anti Amerika dan Soviet.
Dan pada hari Jumat 6 Dzulhijjah 1407 H, pada saat lebih dari seratus lima puluh ribu jamaah haji berdesak-desakan untuk ikut serta dalam acara ikrar keterbebasan dari kaum Musyrik, dinas keamanan pemerintah Saudi, baik yang bersembunyi maupun yang terang-terangan—melakukan serangan kepada lautan jamaah haji tersebut dimana dari cara serangan ini menunjukkan adanya perencanaan yang matang sebelumnya. Akibat dari tragedi yang pahit ini gugurlah lebih dari empar ratus jamaah haji Iran, Libanon, Palestina, Irak dan yang lain.
Lebih dari lima ribu orang mengalami luka-luka. Di samping itu, beberapa orang yang tidak berdosa pun ditangkap. Dan mayoritas korban yang syahid dari kalangan perempuan dan orang-orang tua yang tidak mampu lari secara cepat dari pembantaian massal tersebut.
Mereka harus mengorbankan jiwanya  secara teraniaya hanya karena menyatakan keterbebasan dari kaum musyrik. Yang lebih penting dari itu, penodaan tempat suci Ilahi yang aman di hari Jumat dan di hari-hari haji yang penuh berkah dan di bulan haram yang mulia.
Sungguh tanda-tanda kemarahan dan derita menyesakkan hati Imam Khomeini akibat dari kebiadaban dan kebengisan ini, namun kemaslahatan umat Islam dan keadaan dunia Islam mencegahnya untuk mengambil tindakan praktis apa pun. Imam hanya menahan kesedihan ini di lubuk hatinya yang paling dalam dan pengaruh hal ini tampak dalam pembicaraan dan penjelasannya sampai akhir usianya.

Sesungguhnya sikap tidak peduli negara-negara Islam terhadap berbagai agresi Israel atas Libanon Selatan dan berbagai kejahatan yang dilakukan kaum Zionis di sana dan perlawanan keras kaum muslim di tanah pendudukan Palestina dan yang lebih buruk dari semua itu, keinginan negara-negara Arab untuk menciptakan apa yang dinamakan dengan perdamaian dengan Israel dan berlepas tangan dari usaha membebaskan Palestina, semua ini cukup memukul hati Imam Khomeini dan kaum muslimin dunia. Imam melontarkan kritikan tajam sejak permulaan kebangkitannya untuk membebaskan tanah-tanah Islam dari cengkraman kaum Zionis—di hadapan wajah Israil dan pelindungnya yang pertama (Amerika). Dan Karena sebab itu sendiri, Imam diasingkan keluar negerinya selama empat belas tahun. Begitu juga selama masa yang menyertai kemenangan revolusi Islam, Imam tidak pernah mengendurkan sikap dan semangatnya dalam memberikan dukungan material dan spiritual untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Imam Khomeini pernah mengungkapkan adanya dua pemahaman yang berlawanan dari Islam di masa kita sekarang, yaitu "Islam yang orisinil" dan "Islam Amerika". Sebab, Imam menyakini bahwa Islam yang tidak memperhatikan hukum-hukum al-Qur-an yang menjadi kesepakatan bersama dan sunah Nabi saw yang mulia yang berkaitan dengan tanggung jawab-tanggung jawab sosial, dan Islam yang tidak menghiraukan jihad dan amar ma'ruf dan nahi mungkar serta keadilan sosial dan hukum-hukum yang berkenaan dengan hubungan-hubungan sosial dan ekonomi di masyarakat Islam, dan yang mencegah partisipasi kaum Muslim dalam kegiatan politik dan dalam penentuan masa depan mereka, dan hanya memandang agama sebagai ritualitas dan ibadah individual tanpa memperhatikan falsafahnya dan ruhnya yang hakiki, maka Islam seperti ini adalah Islam yang diinginkan oleh Amerika dan mereka yang menjadi agennya.
Dalam analisanya, Imam Khomeini bersandar kepada berbagai fenomena sejarah dan bukti-bukti kuat yang menghiasi wajah dan kondisi aktual negeri-negeri Islam. Imam meyakini bahwa penjajahan modern adalah hasil dari para kolonial yang dulu. Sebab, mereka telah berusaha untuk mengubah agama mayoritas kaum Muslim melalui para  misionaris Kristen. Ketika mereka gagal dalam melakukan hal itu maka mereka mencurahkan usaha mereka—sejak saat itu sampai sekarang—untuk menonaktifkan pemberlakuan hukum-hukum Islam yang tinggi dan merusak citra Islam dari dalam. Dan hasil dari hal tersebut sangat nyata sekali. Hari ini semua negeri Islam menyandarkan undang-undangnya dan proses hukumnya pada sistem dan undang-undang Barat yang berlawanan dengan agama dan yang substansinya berlawanan dengan undang-undang yang bersandar pada wahyu.
"Islam Amerika" memberi kesempatan kepada budaya Barat untuk masuk dan mempengaruhi masyarakat Islam dan menghancurkan tanaman dan keturunan. Islam Amerika memberi kesempatan kepada pemerintah-pemerintah yang menjadi boneka orang-orang asing untuk menjalankan hegemoninya atas Muslimin dan atas nama Islam, mereka justru memerangi kaum Muslim yang hakiki, dan pada saat yang sama mereka menjalin persahabatan dengan Israel dan Amerika yang notabena adalah musuh-musuh Islam.
Dalam pernyataan akhirnya, Imam Khomeini menjelaskan secara gamblang hakikat ini, yaitu bahwa jalan satu-satunya untuk menyelamatkan manusia dari problemanya yang sekarang adalah kembali ke masa agama dan keyakinan keagamaan, dan jalan satu-satunya untuk membebaskan negeri-negeri Islam dari keadaannya yang sekarang yang menyedihkan adalah kembali kepada Islam yang orisinil dan kepada jati diri islaminya yang independen.[]



[1] . Kami ambil dari kitab Haditsul Inthilaq oleh: Hamid al-Anshari.
Previous
Next Post »