Termaktub di dalam buku “Misteri Syekh Siti Jenar Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa” karya Prof. Hasanu Simon, menurut Rahimsyah (tanpa tahun), sejarah asal-usul Sunan Kalijaga ada tiga versi, yaitu versi Arab, China, dan Jawa. Lebih lanjut Rahimsyah hanya menjelaskan asal-usul Sunan Kalijaga versi Jawa saja. Memang, seperti dikatakan oleh Ricklefs (1998), sejarah Indonesia sebelum ada catatan bangsa Belanda sangat tidak akurat, sulit dipercaya dan selalu ada banyak versi kepada sejarah tersebut hanya disampaikan dari mulut ke mulut. Senada dengan itu, Atmodarminto (2001) juga mengatakan bahwa sejarah Jawa yang tercatat dalam buku-buku babad biasanya tercampur dengan dongeng dan mitos sehingga banyak cerita-cerita khayal yang masuk. Celakanya, dongeng dan cerita khayal itu justru banyak diyakini oleh masyarakat sebagai suatu yang benar-benar terjadi.
(dok. http://id.rodovid.org/wk/Orang:359691)
Demikian pula tentang sejarah Sunan Kalijaga, yang walaupun terjadi pada abad ke-15 tidak disertai dengan keterangan tentang tahun, bulan, apalagi tanggal peristiwa. Padahal sejarah Rasulullah Muhammad SAW yang terjadi pada abad ke-7 saja sudah disertai dengan tanggal kejadian yang sumbernya sangat dipercaya. Demikian pula kisah Syekh Abdul Qadir Jaelani dan Imam Al-Ghazali.
Syekh Abdul Qadir Jaelani lahir di Naif, Irak pada bulan Ramadhan tahun 479 H atau tahun 1077 M. Ayahnya bernama Abu Shalih, seorang takwa yang masih keturunan Imam Hasan RA, cucu Rasulullah Muhammad SAW. Ibu Syekh Abdul Qadir Jaelani juga anak seorang wali Abdullah Saumai yang keturunan Imam Husain RA, saudara kandung Imam Hasan RA. Syekh Abdul Qadir Jaelani wafat pada tanggal 11 bulan Rabi’ul Akhir tahun 561 H atau tahun 1166 M, pada usia 91 tahun). Sementara Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali, yang kemudian lebih kenal dengan Imam Al-Ghazali lahir pada tahun 450 H atau tahun 1085 M di kota kecil Thus, Khurasan, wilayah Persia. Jadi Imam Al-Ghazali lahir 19 tahun lebih dulu dibanding dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Imam Al-Ghazali wafat pada tanggal 11 bulan Desember tahun 1111 M atau tahun 505 H).
Adanya tiga versi tentang sejarah Sunan Kalijaga membenarkan apa yang dkatakan oleh Ricklefs di atas. Tetapi bahwa yang dikembangkan hanya versi Jawa, sedang dua versi yang lain tidak pernah dijumpai secara tertulis, berarti telah terjadi distorsi tentang kisah anggota Wali Sanga paling terkenal ini. Hikmah yang dapat diambil dari adanya distorsi tersebut adalah bahw apenulisan kisah Sunan Kalijaga harus dilakukan lebih cermat untuk mendudukkan pada porsi yang sebenarnya. Untuk itu, analisis berdasarkan logika perlu dikedepankan untuk mengurai penyimpangan tersebut.
Menurut versi Jawa, catatan mengenai nenek moyang Sunan Kalijaga dimulai dari Arya Adikara atau lebih dikenal dengan Rangalawe yang merupakan putra Arya Wiraraja atau Banyak Wide, putra Adipati Ponorogo yang pada masa pemerintahan raja terakhir Singasari, Prabu Kertanegara, pernah menjadi Menteri Luar Negeri. Tetapi karena Arya Wiraraja ragu dengan kesetiaan Jaya Katwang kepada Singasari, maka dia sering memperingatkan Prabu Kertanegara. Peringatan tersebut bukan dihargai oleh sang Prabu Kertanegara, melainkan Arya Wiraraja malah dipecat dari jabatannya, dan selanjutnya hanya ditempatkan sebagai Adipati Sumenep. Namun justru karena itu akhirnya di kemudian hari Arya Wiraraja, malah berjasa untuk menyelamatkan Raden Wijaya, panglima angkatan perang dan sekaligus menantu raja Singasari, tatkala kerajaan itu benar-benar diserang Kediri dan Prabu Kertanegara gugur dalam serangan tersebut.
Setelah Raden Wijaya dapat membangun kerajaan baru dengan nama Majapahit, Ranggalawe ditempatkan sebagai Menteri Luar Negeri dan sekaligus penguasa kota Tuban. Pada waktu itu Tuban merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia (Nusantara, red), dan Menteri Luar Negeri bertempat tinggal di sana. Salah satu putra Ranggalawe kemudian menjadi Adipati Tuban, yakni bernama Arya Teja I. Selanjutnya secara turun-temurun kedudukan Adipati Tuban dipegang oleh keturunan tersebut, yaitu ke Arya Teja II, Arya Teja III, dan ke Raden Sahur yang bergelar Tumenggung Wilatikta. Tumenggung Wilatikta inilah orang tua Raden Mas Sahid atau Raden Sahid, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.
Menurut banyak sumber versi Jawa, Arya Teja I dan Arya Teja II masih menganut agama Hindu, tetapi Arya Teja III sudah masuk Islam. Berdasarkan analisis terhadap keterangan di atas, dipekirakan Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1440-an (1450 versi Wikipedia). Isteri Arya Teja III yang melahirkan Sunan Kalijaga tersebut bernama Retno Dumilah.
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. Dengan demikian Maulana Ishak merupakan mertua Sunan Kalijaga sekaligus kakek Sunan Muria dan Sunan Giri. Pasalnya, menurut Asal-usul Orang Jawa Versi Kompilasi, Sunan Giri mempunyai ayah bernama Syek Wali Lanang, putra Maulana Ishak. Lalu pertanyaannya, siapakah ibu dari Dewi Saroh? Bila ibunya Dewi Sekardadu, maka Dewi Saroh berarti saudara Sunan Giri (Raden Paku). Pasalnya, versi Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Sunan Giri merupakan putra pasangan Maulana Ishak dan Dewi Sekardadu.
Adanya kesimpangsiuran di atas, siapakah Syekh Wali Lanang, ayah Sunan Giri versi Wirjapanitra?
Asal-usul Sunan Kalijaga dari Versi Jawa
Siapakah Adipati Ponorogo, ayah Arya Wiraraja?
Adipati Ponorogo (1), antara lain berputra Arya
Wiraraja (2) (Banyak Wide), antara lain berputra Arya Adikara (3)
(Ranggalawe), antara lain berputra Arya Teja I (4) (Bupati Tuban),
antara lain berputra Arya Teja II (5), antara lain berputra Arya Teja
III (6), antara lain berputra Raden Sahur (7) (Tumenggung Wilatikta),
beristeri Dewi Retno Dumilah antara lain berputra Sunan Kalijaga.
Asal-usul Sunan Kalijaga dari Versi Arab
Menurut Wikipedia, Sunan Kalijaga merupakan keturunan Rasulullah Muhammad SAW. Namun menurut gusjawi.wordpress.com dan Wikipedia pula Sunan Kalijaga merupakan keturunan Ibnu (Sayyidina) Abbas, silsilahnya sebagai berikut.
Sayyidina Abbas (1) (paman Rasulullah Muhammad SAW), antara lain berputra Syekh Abdul Wahid Qornain (2), antara lain berputra Syekh Wahid Rumi (3), antara lain berputra Syekh Mudzakir Rumi (4), antara lain berputra Syekh Khoromis (5), antara lain berputra Syekh Abdullah (6), antara lain berputra Syekh Abdur Rahman (7) (Arya Teja I), antara lain berputra Ronggo Tedjo Laku atau Syekh Zali (8) (Arya Teja II), antara lain berputra Aryo Tedjo (9) (Arya Teja III), antara lain berputra Raden Sahur (10), antara lain berputra Raden Syahid (Said) (11) (Sunan Kalijaga).
Barangkali versi China yang menyebut bahwa waktu
kecil Raden Sahid juga bernama Syekh Melaya karen aia putra Tumenggung
Melayukusuma di Jepara. Melayukusuma berasal dari Negeri Atas Angin di
seberang, anak seorang ulama. Setelah tiba di Jawa, Melayukusuma
diangkat menjadi Adipati Tuban oleh Prabu Brawijaya dengan nama
Tumenggung Wilatikta (Widji Saksono 1995: 30). Di sini diduga bahwa
Melayukusuma bukan anak Arya Teja II, melainkan menantunya. Jadi Retno
Dumilah-lah yang putra Adipati Tuban keturunan Arya Adikara atau
Ranggalawe.
Asal-usul Sunan Kalijaga Versi China
Adipati Ponorogo (1), antara lain berputra Arya
Wiraraja (2) (Banyak Wide), antara lain berputra Arya Adikara (3)
(Ranggalawe), antara lain berputra Arya Teja I (4) (Bupati Tuban),
antara lain berputra Arya Teja II (5), antara lain berputra Arya Teja
III (6), antara lain berputra Retno Dumilah (6), bersuami Raden Sahur
(Tumenggung Wilatikta), antara lain berputra Sunan Kalijaga.
Bila membaca silsilah tersebut, maka terdapat
perbedaan. Namun bila mengesampingkan kesimpangsiuran tersebut, dan
memutuskan untuk “mengakui” Adipati Ponorogo, maka penelusuran dimulai
dengan bertanya, siapakah leluhur Adipati Ponorogo? Pasalnya ada yang
berpendapat bahwa Sunan Kalijaga masih trah Raden Wijaya, pendiri dan
raja Majapahit. Bila benar demikian maka berarti Sunan Kalijaga
merupakan keturunan Rasulullah Muhammad SAW.
ConversionConversion EmoticonEmoticon