Oleh: David Servetus
Menanggapi banyaknya permintaan pembaca
tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan
itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal
mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat
dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid
Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher,
Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan,
dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya,
Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal
mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu
negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah
Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia
terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang
bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia
menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris
memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah
umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul
Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan
alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup
di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh
Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya.
Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang
baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan
mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata
tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya
pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak
kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali,
menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir
Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di
Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat
berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah,
tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar
seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat
tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya
bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau
dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau
mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum
muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang
menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia
tidak mengikuti jalan muslimin.”
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab
Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah Azza wa
Jalla berfirman: “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan
kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (QS: An-Nisa 4:115).
Salah satu dari ajaran yang (diyakini
oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni
yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain.
Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan
dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang
dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum
muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya
pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah membebaskan orang
dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan segera dia menjawab, “Setiap
malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan
Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari
awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu
pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu
siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah
jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu
saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam
seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak
menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran
Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed.
Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh.
Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin
Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang
dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan
memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri
sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh
untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya
dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600
tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab
sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah
Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya
keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para
pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya
dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi
pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian
harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu
pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama
besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia
diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.
Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Sallam dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan
para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang
pengikutnya berkata : “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad,
karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad
telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul
Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan
umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas.
Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru
dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid
dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul
Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka
menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena
makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada
Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah
yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Keberhasilan menaklukkan Madinah
berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain
penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan
kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga
kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus
menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil
bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga
mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum
solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II,
penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya
yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk
melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali.
Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud
bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil
menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan
Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini,
paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini
pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan
dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya
Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan
pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan
pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya
adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’
dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah
dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dilahirkan, yaitu di Suq al Leil
diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat
parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International
maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah
menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam.
Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dimakamkan juga akan dihancurkan dan
diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka
orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu
pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi
termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya
maka diurungkan.
Pengembangan kota suci Makkah dan
Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam.
Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar
karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat
kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terancam akan dibongkar
untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah
lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang
menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta
Khadijah meninggal.
Islam dengan tafsiran kaku yang
dipraktikkan Wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum
Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan
berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur
Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era
Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu
akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah
jamaah haji dan umrah.
“Saat ini kita tengah menyaksikan
saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera
diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi
menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah
dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan
bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal
tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan
Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis,
“Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat
Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)
Nasib situs bersejarah Islam di Arab
Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan
peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi
ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli
purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk
menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum
jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan
bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan
kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan
bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.
Gerakan wahabi dimotori oleh para juru
dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan
dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh
golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir,
syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap
kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun
kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh
dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan
dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu
masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu
telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi
itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari
terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 %
sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang
dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah
yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini,
tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam
kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu
billah min dzalik).
Oleh karena itu janganlah dipercaya
kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum
salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu
semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam
sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah
lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda
ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang
sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di
hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua
itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah
nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah” Karena nama negeri
Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung
faham wahabi yaitu As-Sa’ud.
Sungguh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam
beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh
hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih
BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: “Fitnah itu datangnya
dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah
timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan).
“Akan keluar dari arah timur segolongan
manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan
mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak
panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak
panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah
bercukur (Gundul).” (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini
juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban.
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan
Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau
berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,”
dan pada yang ketiga kalinya beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana
pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan,
bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah
merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin
Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur
rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan
berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak
pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang
telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita
menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup
ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu
sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur
(gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.”
Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah
AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di
lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan
(sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu
banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin,
diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu
Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab
tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain
ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari
arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah
Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran
Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M.
Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M
ConversionConversion EmoticonEmoticon