Sebagai umat muslim di Jawa, tentunya sangat kental
dengan tradisi atau adat istiadat yang hampir mirip dengan yang
dilakukan oleh umat Hindu. Ini disebabkan ajaran Islam khususnya di Jawa
penyebarannya melalui Wali songo. Dan lebih terasanya ajaran Wali songo
mengikat kebiasaan masyarakat Jawa dengan teknik Sunan Kali Jaga.
Karena
hanya Sunan Kali Jaga lah, Wali yang merupakan asli keturunan orang
Jawa dari sembilan wali songo. Dan pada masa Sunan Kali Jaga, di Jawa
masih dikuasahi oleh Kerajaan Mataram lama atau yang lebih populer
disebut Mataram Hindu. Sedangkan dalam ajaran Hindu, terdapat cerita
pewayangan (dari kata ayang-ayang/bayangan) yang berasal dari India
dengan cerita Mahabarata dan Ramayana. Dan cerita inilah yang digunakan
Sunan Kali Jaga dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Ini
dikarenakan masyarakat Jawa mencintai dan menjunjung tinggi tradisi yang
ada kala itu. Bila Sunan Kali Jaga menggunakan cara lain, mungkin
bakalan sulit mengajak masyarakat untuk memeluk agama Islam. Mengulas
tentang cerita pewayangan yang diolah sedemikian rupa oleh Sunan Kali
Jaga, maka terciptalah tokoh fiksi pewayangan dengan sebutan
"PunoKawan".
Tokoh PunoKawan ini terdapat pada cerita Pandawa lima yang terdiri dari:
- Yudistira penitisan dari Dewa Yama, dewa akhirat;
- Bima penitisan dari Dewa Bayu, dewa angin;
- Arjuna penitisan dari Dewa Indra, dewa perang;
- Nakula dan Sadewa penitisan dari dewa kembar Aswin, dewa
pengobatan.
Padahal dalam cerita aslinya, pandawa dalam kisah Mahabharata tidak
terdapat tokoh PunoKawan. Namun Sunan Kali Jaga memasukkan tokoh ini
agar menarik cerita masyarakat Jawa dan memasukkan ajaran Islam ke dalam
pewayangan. Lalu siapakah tokoh PunoKawan ini sebenarnya? Sebelum
panjang lebar dijelaskan tentunya pembaca pernah mendengar nama-nama
Semar, Gareng, Petrok dan Bagong kan? Itulah sebenarnya tokoh fiktif
PunoKawan dalam pewayangan. Sebenarnya ke empat punokawan tersebut
merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya, yang oleh Sunan Kali
Jaga digambarkan dengan Semar (cipta), Gareng (rasa), Petrok (karsa)
dan Bagong (karya).
SEMAR

Semar mempunyai ciri yang, menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih
di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta.
Dan Semar ini adalah orang tua dari Punokawan, jadi cipta adalah cikal
bakal dari rasa, karsa dan karya. Sehingga Semar menjadi pondasi
terciptanya manusia yang bermartabat dan berwibawa.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya, yang terdiri
dari kata Bebadra = Membangun sarana dari dasar Naya = Nayaka = Utusan
mangrasul yang berartinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan
perintah Allah demi kesejahteraan manusia. Filosofi, Biologis Semar
Javanologi, Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna
kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan
kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai
pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang
tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus
simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”. Domisili semar adalah
sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa.
Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak
mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun
manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran.
Gambar tokoh Semar nampaknya merupakan simbol pengertian atau konsepsi
dari aspek sifat Ilahi, yang kalau dibaca bunyinya katanya ber bunyi :
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati. Bojo sira arsa
mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan. Mardika artinya
“merdekanya jiwa dan sukma“.
NALA GARENG

Gareng
mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero (juling), bertangan
cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan
rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa
ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Nala adalah hati,
Gareng (garing) berarti kering, atau gering (meriang), yang berarti
menderita. Nala Gareng berarti hati yang menderita. Maknanya adalah
perlambang “laku” prihatin. Namun Nala Gareng diterjemahkan pula sebagai
kebulatan tekad.
Mata Juling dengan mata sebelah kiri mengarah keatas dan ke samping.
Maknanya Nala Gareng selalu memusatkan batinnya kepada Hyang Widhi.
Sedangkan lengan Bengkok atau cekot/ceko : Melambangkan bahwasannya
manusia tak akan bisa berbuat apa-apa bila tidak berada pada kodrat atau
kehendak Hayng Widhi. Dan kaki Pincang, jika berjalan sambil jinjit
berarti Nala Gareng merupakan manusia yang sangat berhati-hati dalam
melangkah atau dalam mengambil keputusan. Keadaan fisik nala Gareng yang
tidak sempurna ini mengingatkan bahwa manusia harus bersikap awas dan
hati-hati dalam menjalani kehidupan ini karena sadar akan sifat dasar
manusia yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan. Mulut gareng
berbentuk aneh dan lucu, melambangkan ia tidak pandai bicara, kadang
bicaranya sasar-susur (belepotan) tak karuan. Bicara dan sikapnya serba
salah, karena tidak merasa percaya diri.
PETRUK

Petruk
adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam
kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua
orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk ke atas,
memilih apa yang dikehendakinya, sedangkan tangan belakang menggenggam
erat-erat apa yang telah dipilih. Petruk memiliki nama alias, yakni
Dawala. Dawa artinya panjang, la, artinya ala atau jelek. Sudah panjang,
tampilan fisiknya jelek. Hidung, telinga, mulut, kaki, dan tangannya
panjang.
Petruk Kanthong Bolong, menggambarkan bahwa Petruk memiliki kesabaran
yang sangat luas, hatinya bak samodra, hatinya longgar, plong dan
perasaannya bolong tidak ada yang disembunyikan, tidak suka menggerutu
dan ngedumel. Dawala, juga menggambarkan adanya pertalian batin antara
para leluhurnya di kahyangan (alam kelanggengan) dengan anak turunnya,
yakni Lurah Petruk yang masih hidup di mercapada. Petruk Kanthong Bolong
wajahnya selalu tersenyum, bahkan pada saat sedang berduka pun selalu
menampakkan wajah yang ramah dan murah senyum dengan penuh ketulusan.
Petruk mampu menyembunyikan kesedihannya sendiri di hadapan para
kesatria bendharanya. Sehingga kehadiran Petruk benar-benar
membangkitkan semangat dan kebahagiaan tersendiri di tengah kesedihan.
Prinsip “laku” hidup Ki Lurah Petruk adalah kebenaran, kejujuran dan
kepolosan dalam menjalani kehidupan.
BAGONG

Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.
Secara
filosofi Bagong adalah bayangan Semar. Sewaktu Semar mendapatkan tugas
mulia dari Hyang Manon, untuk mengasuh para kesatria yang baik, Semar
memohon didampingi seorang teman. Permohonan Semar dikabulkan Hyang Maha
Tunggal, dan ternyata seorang teman tersebut diambil dari bayangan
Semar sendiri. Setelah bayangan Semar menjadi manusia berkulit hitam
seperti rupa bayangan Semar, maka diberi nama Bagong. Sebagaimana Semar,
bayangan Semar tersebut sebagai manusia berwatak lugu dan teramat
sederhana, namun memiliki ketabahan hati yang luar biasa. Ia tahan
menanggung malu, dirundung sedih, dan tidak mudah kaget serta heran jika
menghadapi situasi yang genting maupun menyenangkan. Penampilan dan
lagak Lurah Bagong seperti orang dungu. Meskipun demikian Bagong adalah
sosok yang tangguh, selalu beruntung dan disayang tuan-tuannya.
Ke lima tokoh ini menduduki posisi penting dalam kisah pewayangan.
Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau
pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan
nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. Dalam
perjalanannya, Punokawan harus menemani perjalanan sang Ksatria dalam
memasuki “hutan”, memasuki sebuah medan medan kehidupan yang belum
pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas,
makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat
mengancam jiwanya, sehingga berhasil keluar “hutan” dengan selamat,
sampai sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil
menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
ConversionConversion EmoticonEmoticon